Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Borobudur Darurat Regulasi, Komisi X DPR Soroti Tumpang Tindih Kewenangan

Laporan: Halim Dzul
Jumat, 28 November 2025 | 13:47 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati saat Kunker ke Candi Borubudur, Magelang - Humas DPR -
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati saat Kunker ke Candi Borubudur, Magelang - Humas DPR -

RAJAMEDIA.CO - Magelang, Boarobudur - Di balik kemegahannya sebagai Warisan Dunia UNESCO, Candi Borobudur ternyata menghadapi masalah kronis yang menggerogoti dari dalam. 
 

Kompleksitas regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara berbagai instansi disebut-sebut sebagai biang kerok tidak optimalnya pengelolaan situs warisan dunia ini.
 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, secara tegas menyoroti persoalan ini usai memimpin kunjungan kerja spesifik ke Candi Borobudur, Kamis (27/11/2025). 
 

"Koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, PT pengelola, dan masyarakat masih belum mudah diwujudkan. Padahal ini amanah Undang-Undang Cagar Budaya," ujarnya.
 

Regulasi Sektoral Jadi Biang Kerok
 

Menurut Esti, tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Kebudayaan, Balai Konservasi Borobudur (BKB), PT Taman Wisata Candi (TWC), dan Pemerintah Daerah telah menyebabkan pengelolaan tidak berjalan dalam satu komando regulasi yang solid.
 

Regulasi sektoral mulai dari pariwisata, konservasi, penataan ruang, hingga perizinan saling bersinggungan, menimbulkan disharmoni antara kepentingan pelestarian dan ekonomi. 
 

"Ada dua sisi yang harus diperjelas: pelestarian cagar budaya dan pemberian nilai manfaat untuk masyarakat. Itu hanya bisa tercapai kalau sistem regulasinya jelas," tegas Esti.
 

Masalah Lahan dan Keadilan untuk Masyarakat
 

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini juga menyoroti persoalan agraria dan tata ruang di area penyangga Borobudur. Keberagaman status kepemilikan lahan membuat pembatasan pembangunan sulit ditegakkan.
 

"Masyarakat sering dituntut mengikuti aturan ketat, tetapi tidak ada kompensasi atau insentif yang diberikan. Regulasi kita belum memberi ruang keadilan bagi mereka," jelas Esti. Kondisi ini dinilai tidak adil karena masyarakat sekitar harus menanggung beban pelestarian tanpa mendapat manfaat yang setara.
 

Desakan Evaluasi UU Cagar Budaya
 

Lebih jauh, Esti menilai Undang-Undang Cagar Budaya perlu dievaluasi secara menyeluruh. 
 

"Jika undang-undang tidak bisa dilaksanakan, mari kita evaluasi. Sejauh ini kita belum melihat evaluasi yang sungguh-sungguh," ujarnya.
 

Revisi undang-undang atau penyelarasan dengan rencana induk pariwisata nasional disebut sebagai opsi yang harus mulai dipikirkan untuk menghindari konflik antaraturan. 
 

"Undang-undang harus berada di atas peraturan menteri, peraturan daerah, bahkan instruksi presiden. Pegangannya harus jelas," katanya.
 

Komitmen Perbaikan Regulasi
 

Komisi X DPR berkomitmen membawa persoalan ini dalam rapat dengan Kementerian Kebudayaan untuk mencari formula penataan regulasi yang lebih terintegrasi. 
 

"Yang terbaik adalah kementerian segera melakukan koordinasi dan menyusun poin-poin regulasi yang bisa dilaksanakan tanpa menabrak aturan," tutur Esti.
 

Ia menegaskan bahwa pembenahan regulasi bukan hanya kebutuhan administratif, tetapi keharusan untuk menjaga keberlangsungan warisan budaya nasional. 
 

"Kebudayaan adalah nilai luhur bangsa. Kita harus memastikan regulasinya kuat, adil, dan mampu menjawab kebutuhan pelestarian sekaligus kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.
 

Tanpa penataan regulasi yang komprehensif, Borobudur dikhawatirkan akan terus menghadapi masalah yang sama yang dapat mengancam status Warisan Dunia yang disandangnya sejak 1991.rajamedia

Komentar: