Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Putusan MK Tinggal Menghitung Hari, Fahri Hamzah: Tradisi Demokrasi yaitu Pemilu Terbuka

Laporan: CAREP-RM-1
Selasa, 13 Juni 2023 | 21:13 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah. (Foto: Dok)
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah. (Foto: Dok)

RAJAMEDIA.CO - Jakarta - Keputusan gugatan sistem proporsional pemilu akan diumumkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 15 Juni 2023.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap pada pengumuman tersebut, Hakim MK akan memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, bukan tertutup.

"Kami berharap MK akan meneruskan tradisi demokrasi dan tradisi masyarakat demokrasi, serta tradisi pemilu demokratis atau demokrasi dalam pemilu," ujar Fahri Hamzah dalam keterangannya, Selasa (13/6).

Menurut Fahri Hamzah dalam demokrasi, apabila itu menyangkut kepentingan umum dan terkait dengan masyarakat banyak, maka semakin terbuka, artinya akan semakin demokratis.

"Kalau kita bicara tradisi demokrasi, maka tradisinya adalah masyarakat terbuka dan pemilu terbuka," ujarnya.

Wakil DPR RI periode 2014-2019 itu menilai bahwa Indonesia tidak bisa kembali kepada sistem pemilu tertutup, yakni paham otoriter dan paham masyarakat tertutup. Hal itu dikarenakan saat ini Indonesia sudah membuka diri sebagai negara demokratis.

Dengan pemahaman demokratis tersebut, kata Fahri, hasilnya luar biasa dan bisa dilihat dari kemajuan umum, kecerdasan umum, serta menumbuhkan kesadaran bahwa semuanya bertanggungjawab terhadap perbaikan bangsa Indonesia ke depan.

"Jangan lagi kita menyerahkan urusan umum, urusan publik kepada segelintir orang elite Indonesia. Tetapi harus diserahkan kepada seluruh rakyat Indonesia, agar semua berpartisipasi bagi kebaikan bersama," tegasnya.

Fahri Hamzah menganggap sistem proporsional tertutup, khususnya dalam pemilihan anggota Legislatif akan sangat membahayakan demokrasi.

Pasalnya, partai akan memegang kontrol penuh terhadap kadernya yang duduk di DPR RI maupun DPRD Kabupaten/Kota, bukan lagi rakyat.

"Sistem tertutup itu berbahaya, karena kontrol pimpinan partai kepada anggota dewan akan makin kencang. Dalam sistem proporsional tertutup, siapapun yang menjadi anggota dewan akan ditentukan penuh oleh mekanisme partai, yakni dipilih oleh ketua umum," kata Fahri.

Jika rakyat hanya memilih partai politik saja, kata Fahri, maka siapapun yang dipilih partai untuk menjadi anggota dewan, kontrol akan dilakukan oleh partai politik secara menyeluruh.

"Maka anggota dewan bisa disuruh diam, tidak perlu dengar rakyat. Kamu diam, dengerin ketua umum. Karena nyawamu di ketua umum, nyawamu di sekjen, maka kamu diam. Saya bilang diam kamu diam," ujarnya.

Berbeda jika sistem proporsional terbuka, dimana dalam pemilu rakyat akan memilih secara langsung individu-individu calon anggota legislatif.

Seluruh kontrol, lanjutnya, bisa dilakukan oleh rakyat, bahkan konsekuensi elektoral bisa diterima jika performanya tidak baik saat menjabat.

"Kalau kita (pakai sistem proprosional) terbuka rakyat yang milih. Saya kalau salah nggak akan terpilih lagi oleh rakyat," terang Fahri.

Sebab itu kata Fahri, dalam konteks perdebatan apakah sistem proporsional tertutup atau terbuka, dan saat ini perselisihannya sudah ada di tangan majelis hakim MK, maka Fahri Hamzah menyarankan agar sistem yang berjalan nanti berdasarkan putusan hakim konstitusi adalah proporsional terbuka.  

"Harus tetap terbuka, sistemnya harus terbuka," demikian tutup Fahri Hamzah.rajamedia

Komentar: