Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Jaga Independensi Tokoh Agama, Nasaruddin Umar: Silahkan Kritis Pada Pemerintah!

Laporan: Nazila Nur
Sabtu, 11 Januari 2025 | 10:57 WIB
Menteri Agama Nasaruddin Umar. [Foto: Repro/RMN]
Menteri Agama Nasaruddin Umar. [Foto: Repro/RMN]

RAJAMEDIA.CO -  Sulawesi Selatan - Dalam menjaga independensi, tokoh agama agar dapat menjalankan fungsi kritisnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Pernyatan itu disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam acara Temu Tokoh Agama dan Pembinaan ASN Kemenag Provinsi Sulawesi Selatan, Jumat (10/1).


"Jika kita ingin melihat agama bekerja dalam masyarakat, maka kita harus bertanggung jawab menjadikan agama itu independen. Apa maksudnya agama independen? Agama yang mampu menjalankan fungsi kritisnya," ujar Menag Menag.


"Jangan takut, Bapak-Ibu, agama apa pun itu, berikanlah fungsi kritisnya terhadap negara. Negara pun harus mendengarkan kritik dan masukan dari tokoh agama. Kita bukan negara Hegel, di mana negara dianggap di atas segalanya," lanjutnya pada acara yang diselenggarakan di Asrama Haji Makassar.


Lebih lanjut, Menag Nasaruddin menekankan bahwa hubungan antara agama dan negara harus harmonis, tetapi tetap seimbang. Menurutnya, agama yang terlalu bergantung pada negara akan kehilangan kemampuan untuk memberikan kritik yang konstruktif.


“Ketika agama dan pemimpinnya terlalu bergantung pada pembiayaan negara, maka independensinya berkurang. Bagaimana agama bisa kritis jika ketergantungannya sepenuhnya kepada negara?” uajrnya.


Diingatkna pula, kata Menag Nasaruddin bahwa pemimpin agama tidak boleh menjadi subordinasi negara.


“Pemimpin agama dan pemerintah harus saling menghormati. Ulama memberi fatwa, bukan pemerintah. Itu bukan domain pemerintah. Pemerintah hanya perlu memfasilitasi umat beragama, bukan mendominasi agama,” tegasnya.


Diingatkan Menag,  bahaya jika agama dijadikan alat legitimasi politik. Ia menilai bahwa agama yang digunakan untuk mendukung kepentingan politik tertentu akan kehilangan wibawanya di mata masyarakat.


"Ketika agama tidak lagi mencerahkan masyarakat, terutama generasi muda, maka mereka akan mulai meninggalkan agama. Fenomena ini sudah terjadi di negara-negara Barat. Mereka percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mau beragama. Ini disebabkan oleh agama yang terlalu sering menjadi alat legitimasi politik, sehingga kehilangan wibawa dan daya pencerahannya," jelasnya.


"Saya tidak takut untuk menyampaikan prinsip ini, karena sejalan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Saya yakin apa yang saya sampaikan ini juga sejalan dengan harapan Presiden Prabowo, yang sangat menghargai ulama dan tokoh agama," ungkap Menag.


Menag juga menyampaikan harapannya agar agama dan negara dapat berjalan paralel untuk membangun bangsa.


“Kita tidak ingin agama maupun negara menjadi lemah. Keduanya harus sama-sama kuat, itulah Indonesia,” demikian tutup Menag Nasaruddin Umar melansir laman Kemenag.rajamedia

Komentar: