Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Bestari Barus Dukung Sikap Tegas NasDem Tolak Putusan MK soal Pemisahan Pemilu

Laporan: Zulhidayat Siregar
Senin, 07 Juli 2025 | 14:41 WIB
Politikus senior Partai NasDem Bestari Barus - istimewa -
Politikus senior Partai NasDem Bestari Barus - istimewa -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Pemilu - Politikus senior Partai NasDem Bestari Barus mendukung penuh sikap DPP Partai NasDem yang secara tegas menolak putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden) dan pemilu daerah/lokal (DPRD, kepala daerah) mulai tahun 2029.

 

Dia yakin keputusan politik tersebut diambil setelah melalui kajian yang mendalam. Terlebih juga dikuatkan lagi lewat penegasan oleh Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh dalam sebuah acara partai di Palembang akhir pekan kemarin.

 

"Keputusan atau arahan yang disampaikan Partai NasDem melalui kader dan ketua umum itu tentu sudah melalui diskusi panjang. Selain itu juga tentunya mendengar dan menerima masukan (kader) dari tingkat paling bawah," jelasnya kepada Raja Media Network (RMN) Senin (7/7/2025).

 

Tidak Tergiur Perpanjangan Masa Jabatan

 

Dia pun meyakinkan para kader NasDem yang saat ini duduk sebagai anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga sejalan dengan sikap DPP tersebut. 

 

Meskipun saat ini menguat wacana masa jabatan anggota DPRD periode 2024-2029 akan diperpanjang hingga pelaksanaan pemilu daerah 2031 mendatang untuk mengisi kekosongan masa jabatan 2 tahun tersebut.

 

Mengingat putusan MK itu akan mulai berlaku tahun 2029. Pemilu nasional dilaksanakan terlebih dahulu. Setelah jeda sekitar 2-2,5 tahun, baru dilanjutkan dengan pemilu lokal untuk memilih anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota.

 

"Memang bagi sebagian orang merasa lumayan ini bisa nambah (masa jabatan) dua tahun. Tapi kan itu merusak tatanan yang sudah disepakati bersama, sudah diundangkan dan dilaksanakan berkali-kali (bahwa pemilu setiap lima tahun sekali). Masa (jabatan) dua tahun itu bisa dianggap sebagai masa inkonstitusional," tegas Bestari.

 

Alasan NasDem Tolak Putusan MK

 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Partai NasDem secara tegas menolak putusan MK terkait uji materi UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut.

 

Seperti disampaikan anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem Lestari Moerdijat lewat siaran pers secara resmi pada Selasa (1/7/2025) lalu, NasDem menilai putusan MK itu melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 dan berpotensi menimbulkan krisis ketatanegaraan.

 

Pihaknya mencontohkan, Pasal 22E UUD 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Dengan demikian, ketika setelah lima tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu, maka terjadi pelanggaran konstitusional.

 

Wakil Rakyat tanpa Legitimasi Rakyat = Inkonstitusional

 

Jika dilakukan perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode lima tahun, bagi Nasdem hal itu akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis. Padahal, jabatan anggota DPRD adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil pemilu sebagaimana pasal 22E UUD 1945.

 

”Artinya berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional,” ungkap Lestari, seperti dilansir Kompas.

 

MK Mengambil Kewenangan DPR-Pemerintah

 

Lewat putusan itu, NasDem juga melihat MK justru memasuki dan mengambil kewenangan legislatif yang merupakan kewenangan DPR dan Pemerintah. Pihaknya melihat MK telah menjadi negative legislative atau bertindak sebagai pembatal undang-undang yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.

 

”MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum,” kata Lestari.

 

Segera Atasi Krisis Ketatanegaraan

 

Untuk itu, Nasdem mendorong krisis ketatanegaraan ini harus dicarikan jalan keluarnya. Semua harus kembali kepada ketaatan konstitusi. Pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. 

 

NasDem pun mendesak DPR untuk meminta penjelasan MK. DPR juga diminta menertibkan cara MK memahami norma konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya.rajamedia

Komentar: