Sekolah Gratis dan Lubang Korupsi di Banten

RAJAMEDIA.CO - PROGRAM Sekolah Gratis (PSG) di Banten sedang bergerak di atas garis tipis: antara menjadi berkah pendidikan atau sekadar ladang korupsi baru.
Pemerintah Provinsi Banten telah menggelontorkan anggaran Rp144 miliar, tetapi hingga kini, arah pelaksanaannya masih buram, pengawasannya lemah, dan transparansinya minim.
Sejarah politik anggaran di negeri ini terlalu sering mengajarkan satu hal: uang besar yang mengalir tanpa pagar pengawasan hanya akan menciptakan pesta pora segelintir orang.
Jika Pemprov Banten tidak segera memperbaiki desain PSG-nya, bukan mustahil program ini menjadi contoh lain dari tragedi niat baik yang berubah menjadi skandal.
Transparansi: Kunci atau Sekadar Formalitas?
Setiap sen uang rakyat harus bisa ditelusuri. Setiap rupiah harus punya alamat yang jelas. Publikasi laporan keuangan, saluran aduan daring, serta pembentukan tim pengawas independen bukan sekadar pelengkap administrasi — melainkan benteng integritas.
Tanpa itu semua, program sekolah gratis ini hanya akan menjadi proyek politik murahan yang dibungkus slogan populis.
Ancaman terhadap Sekolah Swasta
Masalah lain yang mengintai adalah ketimpangan. PSG berpotensi menghancurkan ekosistem pendidikan swasta di Banten, yang selama ini menopang akses pendidikan masyarakat luas.
Tanpa skema kompensasi, ribuan sekolah swasta — termasuk di bawah jaringan Mathla’ul Anwar — menghadapi ancaman eksodus siswa secara massal. Beban pendidikan yang semula terbagi, kini berisiko seluruhnya dipikul negara. Ironi itu sedang dihamparkan di depan mata.
Sekolah Gratis Bukan Sekadar Hapus SPP
Lebih jauh, memahami pendidikan sebagai semata menghapus biaya SPP adalah kekeliruan fatal. Pendidikan bermutu lahir dari guru yang berdaya, kurikulum yang adaptif, dan lingkungan belajar yang manusiawi.
Jika yang berubah hanya angka nol di kuitansi pembayaran, sementara ruang kelas tetap reyot dan guru tetap mengajar seadanya, apa arti sebuah sekolah gratis?
Bukan Sekadar Gimmick Politik
Program ini perlu revolusi, bukan tambal sulam. BRIMA merekomendasikan verifikasi data berbasis teknologi, audit rutin oleh pihak ketiga, hingga evaluasi kinerja berbasis indikator terukur.
Sosialisasi pun harus agresif, merambah sampai pelosok lewat radio komunitas, forum warga, hingga relawan pendidikan.
Pendidikan adalah urusan masa depan, bukan sekadar perbaikan citra hari ini. Program Sekolah Gratis harus menjadi jalan pembebasan, bukan jebakan baru dalam labirin korupsi.
* Penulis: Direktur BRIMA (Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar)
Opini | 4 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Gaya Hidup | 1 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Hukum | 1 hari yang lalu
Info Haji | 4 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu