Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Jangan Sampai Terulang, Polemik 4 Pulau Harus Jadi Pelajaran Penting Bagi Mendagri

Laporan: Zulhidayat Siregar
Rabu, 18 Juni 2025 | 14:01 WIB
Anggota DPD RI KH. Muhammad Nuh - Repro -
Anggota DPD RI KH. Muhammad Nuh - Repro -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Sengketa Pulau - Anggota DPD RI KH Muhammad Nuh menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto yang kemarin menetapkan empat pulau yang disengketakan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) secara administratif masuk wilayah Aceh. Keempat pulau itu adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.

 

Keputusan Terbaik

 

Senator asal Sumut ini yakin hal itu merupakan keputusan terbaik untuk mengakhiri polemik yang telah mencuat belakangan ini pasca keluarnya Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

 

Kepmendagri yang terbit pada 25 April 2025 ini menetapkan empat pulau yang sebelumnya milik Kabupaten Aceh Singkil itu masuk bagian Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

 

"Saya pikir keputusan presiden kan mengikat ya, karena kita kan negara (dengan sistem pemerintahan) presidensial. Jadi insya-Allah itu yang terbaik," jelasnya kepada Raja Media Network (RMN) Rabu (18/6/2025).

 

Dua Pelajaran Penting

 

Terlepas dari itu, menurutnya, setidaknya ada dua pelajaran yang mesti dipetik bangsa ini terkait kontroversi kepemilikan empat pulau tersebut. Pertama, mestinya setiap persoalan termasuk masalah batas wilayah disikapi dengan bijaksana. Masyarakat jangan sampai bereaksi berlebihan dalam meresponsnya.

 

"Jangan sampai kita menggunakan bahasa-bahasa yang tidak enak. Saya sempat menegur beberapa kawan di grup WA (karena berbicara) agak kasar. Saya bilang janganlah. Bangsa ini harus berjiwa besar, apalagi ini kan dalam NKRI, tidaklah seperti katakanlah Palestina dijajah Israel. Ini kan sesama kita. Dinamika itu biasa," ucapnya.

 

Dalam konteks itulah dia memuji Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumut Bobby Nasution. Karena di tengah memanasnya polemik empat pulau ini, kedua kepala daerah tersebut masih bisa menjalain komunikasi dengan baik. Bahkan terkadang disertai candaan.

 

Bobby Nasution Tampil Elegan

 

Terlebih sosok Bobby. Sebab dalam amatannya, sepanjang polemik ini mencuat, cenderung memojokkan mantan Wali Kota Medan tersebut. Namun Bobby menghadapinya dengan tenang bahkan bisa menepis dengan elegan terkait tuduhan adanya kepentingan pribadi di balik sengketa empat pulau itu.

 

Mengingat pembahasan terkait kepemilikan empat pulau di antara dua provinsi ini sudah berlangsung lama, bahkan jauh sebelum menantu mantan Presiden Joko Widodo itu menjadi orang nomor satu di Sumut.

 

"Kalau Pak Bobby mengatakan, 'kan prosesnya (pembahasan empat pulau ini) sejak tahun 1992 yang ketika itu saya berumur satu tahun'. Menarik menurut saya canda beliau. Bagus. Saya secara pribadi juga melihat Pak Bobby berjiwa besar (menerima keputusan presiden). Kemarin dia hadir (di Istana) dan menyampaikan apa adanya," ucapnya.

 

Dengarkan Aspirasi Publik

 

Pelajaran kedua dari kontroversi sengketa empat pulau ini, lanjut tokoh alim ulama Sumut ini, pemerintah harus mengkaji secara mendalam dan juga mendengarkan aspirasi serta respons publik sebelum mengeluarkan sebuah kebijakan. Apalagi saat ini masih banyak antar pemerintah daerah yang bertetangga saling berebut kepemilikan suatu wilayah.

 

"Kalau kemarin itu kan sepertinya keputusan Mendagri seperti mengagetkan. Tahu-tahu ada. Jadi bagus juga diangkat dulu ke publik (sebelum diputuskan). Karena memang setiap peraturan perundang-undangan itu mesti ada semacam uji publiknya," demikian KH Muhammad Nuh.rajamedia

Komentar: