Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Fadli Zon Hadapi Komisi X: Sejarah Nasional Akan Ditulis Ulang, Bukan Dihapus!

Laporan: Halim Dzul
Selasa, 27 Mei 2025 | 11:30 WIB
Menteri Kebudayaan Fadli Zon - Repro =
Menteri Kebudayaan Fadli Zon - Repro =

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Parlemen — Komisi X DPR RI menggelar Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Nusantara I, Senayan, Senin (26/5/2025). 
 

Agenda utama: rencana pemerintah menulis ulang sejarah nasional Indonesia yang memicu perdebatan publik. Rapat ini dipimpin Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian.
 

Tujuan Raker: Klarifikasi dan Pengawasan
 

Hetifah menegaskan, raker ini digelar demi mengklarifikasi arah kebijakan penulisan sejarah baru. 

 

“Penulisan ini bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi menjadi panduan masa depan,” kata Hetifah.
 

Ia juga mengingatkan pentingnya representasi yang adil dalam sejarah, terutama peran perempuan, serta kekhawatiran publik terhadap potensi tafsir tunggal dari pemerintah.
 

Fadli Zon: “Bukan Menghapus, Tapi Memperbarui!”
 

Fadli Zon merespons dengan tegas. Menurutnya, niat pemerintah bukan untuk menghapus fakta sejarah, tetapi memperbarui narasi yang sudah tertinggal sejak dua dekade lalu.
 

“Sejarah nasional terakhir ditulis tahun 2008, hanya sampai Presiden BJ Habibie. Era Megawati, SBY, Jokowi—belum tercatat,” jelas Fadli.
 

Bawa Bukti Fisik: Buku Lama dan Referensi Global
 

Dalam rapat, Fadli membawa sejumlah referensi seperti edisi lama Sejarah Nasional Indonesia, buku Indonesia dalam Arus Sejarah, hingga karya internasional.
 

Ia menekankan, pendekatan baru akan lebih ilmiah dan multiarah. 

 

“Kami ingin memperkuat keterlibatan perempuan, bukan malah menghapus,” tambahnya.
 

Komisi X: Harus Terbuka dan Partisipatif
 

Komisi X meminta agar proyek penulisan sejarah ini melibatkan lebih banyak sejarawan, akademisi lintas kampus, hingga masyarakat umum agar hasilnya inklusif dan adil.
 

“Kami tidak ingin sejarah disusun secara elitis. Harus terbuka, akuntabel, dan mewakili semua rakyat Indonesia,” tutup Hetifah.rajamedia

Komentar: