Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Dukung Pemisahan Pemilu Nasional-Daerah, Hanura: Terobosan MK Luar Biasa!

Laporan: Zulhidayat Siregar
Rabu, 02 Juli 2025 | 12:24 WIB
Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura Patrice Rio Capella - istimewa -
Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura Patrice Rio Capella - istimewa -

RAJAMEDIA.CO -  Jakarta, Pemilu - Partai Hanura menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional (DPR RI, DPD RI, Presiden) dengan pemilu daerah (DPRD dan kepala daerah).

 

Isi putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materi UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan Perludem itu merupakan sebuah terobosan untuk pelaksanaan pemilu yang lebih baik lagi.

 

"Menurut saya ini terobosan luar biasa yang dilakukan oleh MK," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Perencanaan Kebijakan Strategis DPP Partai Hanura Patrice Rio Capella kepada Raja Media Network (RMN) Rabu (2/7/2025).

 

Menghindari Tenggelamnya Isu Daerah

 

Patrice menjelaskan alasan-alasan yang digunakan MK dalam membuat keputusan yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025) pekan lalu itu sangat tepat dan relevan.

 

Sehingga diharapkan menjadi solusi terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam pelaksanaan pemilu belakangan ini, terutama ketika pemilu legislatif dan pemilu presiden digabung sejak 2019 lalu.

 

Misalnya untuk menghindari tenggelamnya isu dan kepentingan pembangunan daerah dalam kampanye pada pemilu serentak pileg dan pilpres. "Orang fokus dengan (pemilihan) presiden, sehingga isu-isu lokal tertutup dengan isu nasional," ucapnya.

 

Penguatan Pelembagaan Partai Politik

 

Selain itu, pemilihan calon anggota DPR RI dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota juga terabaikan. Bahkan partai politik sebagai peserta pemilu yang sesungguhnya seakan kehilangan panggung pada pemilu serentak pileg-pilpres. Karena perhatian calon pemilih hanya tertuju pada kandidat presiden-wakil presiden.

 

"Ini hasil evaluasi. Pada waktu pemilu serentak kemarin, mana ada partai politik yang kampanye. Yang ada kampanye pilpres. Ketua-ketua umum (partai politik) berdiri di belakang calon presiden. Jadi partai pengusung tidak pernah kampanyekan partainya," beber Patrice.

 

"Berbeda ketika tidak serentak (pileg) dengan pilpres. Semua partai kampanye mengenalkan caleg DPR RI-nya, DPRD provinsinya, DPRD Kabupatennya. Pada pemilu serentak kemarin dengan presiden, tidak ada lagi (partai) mengenakan caleg. Presiden saja yang kampanye," katanya menekankan.

 

Mestinya Sekalian Pakai Sistem Proporsional Tertutup

 

Untuk penguatan partai politik, menurutnya, MK semestinya juga memutuskan pemilu menerapkan sistem proporsional tertutup, di mana masyarakat hanya memilih partai politik, bukan lagi memilih caleg secara langsung. Hal ini sekaligus untuk menghindari politik berbiaya tinggi.

 

Tapi sayang, pihaknya yang pernah mengajukan uji materi terkait hal tersebut ditolak oleh MK. Sehingga menurutnya, tujuan penguatan partai politik yang menjadi salah satu satu alasan putusan MK memisahkan pemilu nasional dan daerah menjadi tanggung.

 

"Harusnya MK langsung menerima. Kan saya termasuk yang mengajukan supaya proporsional tertutup. Kalau proporsional tertutup, itu akan meminimalisir high cost terhadap pileg. Karena tidak ada lagi ‘perang’ antarcaleg dalam sebuah partai dan (perang) dengan caleg partai lain. Ini juga semakin menguatkan partai politik," imbuh mantan anggota DPR RI ini.

 

Meminimalisir Peluang Kotak Kosong

 

Keputusan MK memisahkan pemilu nasional-daerah ini juga, masih dalam penjelasan Patrice, bisa mencegah peluang munculnya calon tunggal melawan kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Karena semua partai peserta pemilu bisa mengajukan kandidat.

 

Sebab tidak ada lagi ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah. Hal ini sejalan dengan putusan MK terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya.

 

Karena MK pada Januari 2025 lalu menghapus presidential threshold ini sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Terlebih, pemilihan anggota DPRD juga digelar serentak dengan pemilihan kepala daerah sehingga semakin menguatkan tidak ada lagi threshold sebagai syarat pencalonan gubernur, bupati, dan walikota.

 

"Karena pilkada itu bagian dari rezim pemilu. Karena rezim pemilu (sengketa pilkada) dibawa ke MK. Maka ketika diputuskan PT 0 persen (untuk pilpres), otomatis yang namanya pemilu tidak ada lagi threshold. Jadi tidak ada lagi itu lawan kotak kosong. Karena semua bisa mencalonkan," paparnya.

 

Meski demikian, dia tidak menampik hal ini sama sekali tidak menutup peluang calon tunggal. Karena bisa saja ada yang memborong semua partai, termasuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Tapi setidaknya hal ini bisa meminimalisir.

 

"Misalnya peserta pemilu akan datang 11-12 partai. 12 partai itu dikepung, diborong semua. Bisa saja. Tapi akan lebih sulit. Kalau dulu yang diborong (partai) yang punya kursi (di DPRD). Misalnya Hanura tidak punya kursi di (DPRD Kabupaten) Wakatobi, Sultra, tetap bisa mencalonkan bupati karena dia peserta pemilu," lanjutnya.

 

Partisipasi Pemilih akan Meningkat

 

Dengan memberikan kesempatan semua partai politik mengajukan calon sehingga membuka peluang memungkinkannya banyak kandidat, hal ini akan menambah gairah masyarakat dalam menyambut pelaksanaan pilkada.

 

"Oleh karena itu menurut saya sih, keputusan yang dikeluarkan oleh MK itu membuat partisipasi masyarakat semakin kuat," demikian Patrice Rio Capella.rajamedia

Komentar: