Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Dasco: “Democracy Stability Consolidation Commander”

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Senin, 11 Agustus 2025 | 06:23 WIB
Sufmi Dasco Ahmad-
Sufmi Dasco Ahmad-

RAJAMEDIA.CO - SYAHGANDA Nainggolan itu selalu punya cara unik memberi julukan.
 

Kali ini, yang jadi “korban” adalah Prof. Dr. Sufmi Dasco Ahmad. - Komandan -
 

Bukan sekadar panggilan akrab.
 

Bukan juga sekadar permainan huruf.
 

“Dasco itu,” kata Syahganda, “Democracy Stability Consolidation Commander.” Komandan demokrasi. Komandan stabilitas. Komandan konsolidasi sosial.
 

Julukan itu ia lontarkan bukan asal sebut.
 

Ia menilai, sejak awal, Dasco memang punya peran sentral di balik layar politik nasional.
Bukan cuma memimpin di Senayan. Tapi juga mengatur ritme, menjaga tempo, dan meminimalisir benturan.
 

Dasco sendiri lahir di Bandung, tapi besar dalam dunia yang keras: politik praktis. Ia politisi Partai Gerindra, dua kali menjabat Wakil Ketua DPR RI, periode 2019–2024 dan periode sekarang 2024-2029.
 

Orangnya dikenal luwes. Dekat dengan semua kubu. Tidak mudah meledak.
 

Mungkin itu sebabnya Syahganda — aktivis senior yang pernah memimpin jaringan aktivis pro-demokrasi di era reformasi — melihatnya cocok dengan kata “stability” dalam julukan itu.
 

Tapi yang menarik adalah bagian “consolidation commander”-nya.
 

Menurut Syahganda, Dasco selalu berada di titik persimpangan politik, tempat semua arus bertemu.
 

“Dia ini,” ujar Syahganda, “ibarat dirigen orkestra. Tidak ikut meniup trompet, tidak memukul drum. Tapi tahu kapan semua harus bunyi.”
 

Dalam politik, itu modal besar.
 

Karena tidak semua politisi bisa menahan diri untuk tidak ikut “bermain” langsung.
 

Banyak yang gagal, justru karena terlalu ingin tampil sebagai bintang.
 

Syahganda sendiri bukan orang sembarangan. Ia pendiri Sabang Merauke Circle, think tank politik-ekonomi. 

 

Pernah menjadi aktivis mahasiswa di era 80–90an.
 

Suara dan analisanya kerap menggelitik — bahkan sering membuat panas telinga pejabat.
 

Jadi, ketika ia menyematkan predikat Democracy Stability Consolidation Commander kepada Dasco, itu jelas bukan basa-basi.
 

Itu adalah penilaian yang lahir dari pengamatan panjang.
 

Pertanyaannya: apakah Dasco akan terus menjadi “komandan” di era politik yang makin cair ini?


Atau justru ia akan turun ke gelanggang, ikut memegang senjata, dan bukan sekadar memberi aba-aba?
 

Seperti kata Syahganda, “Komandan itu tugasnya mengatur, bukan ikut bertempur. Tapi kalau keadaan darurat… komandan pun kadang harus maju ke garis depan.”

 

Penulis: Pimred Raja Media, Ketua DPP Pro Journalismedia Siber, Wabendum IKALUIN Jakarta*rajamedia

Komentar: