Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

DPR Soroti Kemandirian Fiskal Daerah: Bom Waktu Pembangunan?

Laporan: Halim Dzul
Selasa, 26 Agustus 2025 | 12:02 WIB
Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin - Humas DPR -
Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin - Humas DPR -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Parlemen — Kemandirian fiskal daerah kembali menjadi sorotan serius dalam rapat kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri serta seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia secara virtual. 
 

Persoalan lemahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibanding transfer pusat dinilai dapat mengancam keberlanjutan pembangunan nasional.
 

Regulasi Jadi Kunci
 

Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menegaskan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak bisa lepas tangan dari kondisi fiskal daerah. Menurutnya, problem regulasi dan lemahnya eksekutif review menyebabkan ketidaksinkronan kebijakan fiskal.
 

“Kalau berbicara soal kemandirian fiskal, maka yang paling awal harus diperhatikan adalah regulasi. Regulasi inilah yang mengatur dan mengendalikan, sehingga Kemendagri harus memastikan seluruh produk hukum daerah sesuai dengan aturan dan tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” tegas Khozin, Senin (26/8/2025).
 

Polemik Pajak Daerah
 

Khozin mencontohkan polemik pajak daerah di sejumlah wilayah akibat penerapan tarif yang tidak seragam. Dalam UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), daerah diberi ruang menggunakan multi tarif maupun single tarif. 

 

Namun arahan Kemendagri sering mendorong penggunaan single tarif yang menimbulkan gejolak di masyarakat.
 

“Padahal di undang-undang dibolehkan multi tarif. Kalau kemudian dipaksakan single tarif, ya pasti ada gejolak. Kejadian ini sempat muncul di Jombang, Pati, hingga Bone, dan memicu protes masyarakat. Artinya ada yang abai dalam eksekutif review,” paparnya.
 

PAD Masih Lemah
 

Lebih jauh, Khozin mengungkapkan dari lebih 500 daerah, hanya sekitar 10–14 daerah yang memiliki rasio PAD lebih besar dibanding transfer pusat. Sisanya masih sangat bergantung pada dana pusat untuk membiayai pembangunan.
 

“Kondisi ini jelas asimetris. Kalau PAD jauh lebih kecil daripada dana transfer, artinya daerah tidak memiliki kemandirian fiskal yang kuat. Kalau dibiarkan, ini bisa menjadi bom waktu bagi pembangunan,” ujarnya.
 

Dorongan Solusi
 

Sebagai langkah solutif, DPR RI mendorong pembahasan RUU tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Regulasi baru ini diharapkan mampu memperkuat fiskal daerah melalui optimalisasi aset serta BUMD.
 

“Daerah harus didorong memanfaatkan potensi aset yang ada, baik melalui BUMD maupun pola kerja sama lainnya. Itu bisa jadi solusi jangka panjang agar perlahan daerah punya kemandirian fiskal,” pungkas Khozin.rajamedia

Komentar: