Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Wacana Pilkada Lewat DPRD Menguat, Partai Politik Terbelah!

Laporan: Tim Redaksi
Selasa, 30 Desember 2025 | 18:11 WIB
Ilustrasi Pemilu tahun 2024 - Dok. Raja Media -
Ilustrasi Pemilu tahun 2024 - Dok. Raja Media -

RAJAMEDIA.CO – Jakarta, Polkam - Wacana mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) dari sistem langsung oleh rakyat menjadi dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menguat di penghujung 2025. 
 

Isu ini mencuat seiring menguatnya dukungan sejumlah partai politik parlemen yang menilai pilkada langsung terlalu mahal dan sarat beban politik.
 

Dorongan tersebut mendapat legitimasi politik setelah Presiden Prabowo Subianto menyinggung mahalnya biaya pilkada langsung dalam pidatonya pada perayaan HUT Partai Golkar, Desember 2024 lalu. Setahun berselang, gagasan itu menemukan momentumnya.
 

Prabowo Soroti Biaya Politik Puluhan Triliun
 

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo membandingkan sistem politik Indonesia dengan sejumlah negara tetangga yang dinilai lebih efisien.
 

“Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari. Negara tetangga kita lebih efisien. DPRD dipilih rakyat, lalu DPRD memilih kepala daerah,” ujar Prabowo, Kamis (12/12).
 

Pernyataan itu menjadi pemantik diskursus nasional. Sejumlah partai politik kini terang-terangan mendorong pilkada lewat DPRD sebagai solusi menekan biaya politik dan anggaran negara.
 

1. Partai Pendukung Pilkada Lewat DPRD

Golkar: Wujud Kedaulatan Rakyat
 

Partai Golkar menjadi salah satu pengusung utama. Dalam Rapimnas I Golkar Desember 2025, usulan pilkada lewat DPRD masuk dalam 10 pernyataan politik partai.
 

“Pilkada melalui DPRD adalah wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dengan tetap melibatkan partisipasi publik,” demikian pernyataan resmi Golkar, Minggu (21/12).
 

Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia mengakui pro-kontra, namun menilai opsi tersebut layak dikaji serius.
 

“Setelah kita kaji, alangkah baiknya memang kita lakukan,” ujar Bahlil.
 

Gerindra: Biaya Politik Terlalu Mahal
 

Partai Gerindra juga berada di barisan pendukung. Sekjen Gerindra Sugiono menilai pilkada langsung menutup ruang bagi calon potensial karena mahalnya biaya kampanye.
 

“Biaya kampanye itu prohibitif. Orang-orang baik akhirnya tidak bisa maju,” katanya.
 

Ia mengungkap dana hibah pilkada dari APBD melonjak drastis.
 

“Rp7 triliun pada 2015, naik menjadi Rp37 triliun pada 2024. Dana sebesar itu bisa digunakan untuk hal produktif,” ujarnya.
 

PKB: Tekan Korupsi Kepala Daerah
 

PKB telah lebih dulu menyuarakan evaluasi total pilkada. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menilai manfaat dan mudarat pilkada langsung perlu ditimbang ulang.
 

“Kalau tidak ditunjuk pusat, maksimal dipilih DPRD,” kata Cak Imin dalam Harlah PKB, Juli 2025.
 

Ketua DPP PKB Daniel Johan menilai sistem DPRD dapat menekan korupsi kepala daerah akibat mahalnya ongkos politik.
 

NasDem: Konstitusional dan Sah
 

Ketua Fraksi NasDem DPR Viktor Laiskodat menegaskan pilkada lewat DPRD memiliki dasar konstitusional.
 

“Konstitusi tidak mengunci demokrasi pada satu model,” ujarnya, Senin (29/12).
 

Menurut NasDem, demokrasi harus adaptif, bukan sekadar ritual lima tahunan.
 

2. Partai yang Masih Mengkaji
 

PKS, Demokrat, dan PAN Belum Ambil Sikap
 

PKS, Demokrat, dan PAN memilih berhati-hati. Sekjen PKS M. Kholid menyebut kajian internal masih berjalan.

“Mana yang terbaik bagi masyarakat dan masa depan demokrasi,” katanya.

Wakil Sekjen Demokrat Syahrial Nasution mengingatkan adanya catatan historis buruk pilkada DPRD di masa lalu.

Sementara PAN menilai usulan ini layak dipertimbangkan karena maraknya politik uang dan dinasti, meski hak rakyat tetap menjadi isu sensitif.
 

3. Penolakan Tegas dari PDI Perjuangan
 

“Kemunduran Demokrasi”
 

Di tengah arus dukungan mayoritas, PDI Perjuangan berdiri di kubu penolak. Politikus PDI-P Guntur Romli menegaskan pilkada langsung harus dipertahankan.
 

“Efisiensi tidak boleh jadi alasan mencabut hak rakyat,” tegasnya.
 

Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira memperingatkan potensi kemarahan publik jika hak memilih ditarik kembali.
 

“Rakyat bisa marah,” ujarnya.
 

Wacana pilkada lewat DPRD kini bukan sekadar diskusi akademik, melainkan pertarungan ideologi demokrasi. Antara efisiensi dan hak rakyat, keputusan politik ke depan akan menentukan arah demokrasi lokal Indonesia pasca-Reformasi.rajamedia

Komentar: