Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Terkait Kasus Penggelapan Barang Bukti, Komisi III Desak Jaksa Agung Bersikap Tegas

Laporan: Zulhidayat Siregar
Selasa, 14 Oktober 2025 | 12:40 WIB
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding - Istimewa -
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding - Istimewa -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Kejaksaan - Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding angkat bicara terkait keputusan kontroversial Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam menangani skandal penggelapan barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit.


Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kejagung yang hanya menjatuhkan sanksi etik berupa pencopotan Hendri Antoro dari jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat terkait kasus penggelapan barang bukti yang dilakukan anak buahnya, Azam Akhmad Akhsya.

"Saya kira kan di institusi Kejaksaan ada Jamwas (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan), yang melakukan suatu proses pemeriksaan sejauh mana keterlibatan seseorang, apakah hanya sebatas pelanggaran etik atau ada unsur pidananya," jelas Sudding kepada Raja Media Network (RMN) Selasa (14/10/2025).


Menurut legislator dari Fraksi PAN ini, kalau memang Hendri Antoro terbukti menikmati hasil dari sebuah kejahatan, dirinya tidak cukup hanya dijatuhi hukuman sanksi etik. Tapi juga harus diproses secara hukum. Dia menegaskan Jaksa Agung harus menjadi contoh dalam penerapan hukum.


"Ketika memang ada bukti yang mengarah kepada tindak pidana, misalnya melakukan pemerasan atau menikmati hasil dari suatu tindak pidana misalnya penggelapan seperti dituduhkan, saya kira harus diminta pertanggungjawaban hukum dengan proses di pengadilan," tegas Sudding.


Sebelumnya pihak Kejagung mencopot dan membebaskan Hendri Antoro dari tugas jaksa serta menempatkannya di bagian tata usaha selama satu tahun. Sanksi ini dijatuhkan karena Hendri Antoro dinilai lalai mengawasi anak buahnya Azam Akhmad Akhsya.


Azam sendiri terbukti bersalah terkait penggelapan barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit. Dia diduga menilap Rp 11,7 miliar dari total Rp 63,8 miliar yang mestinya dikembalikan kepada para korban.


Atas perkara tersebut, Azam divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Juli 2025. Kemudian, hukumannya diperberat di tingkat banding menjadi 9 tahun penjara pada September 2025.
 


Sementara pihak Kejagung tidak memproses Hendri Antoro secara pidana meskipun dalam dakwaan Azam, dia disebut menerima uang Rp 500 juta. Karena itu, sikap Kejagung ini menuai kritik dari kalangan netizen dan juga para pengamat.


Sebab, semestinya Kejagung juga bersikap tegas terhadap Hendri Antoro dan semua jaksa yang disebut menerima aliran uang panas tersebut dengan memproses mereka secara pidana, seperti yang dilakukan terhadap Azam. Sehingga tidak cukup hanya berupa sanksi etik.


Hendri Antoro sendiri pada Kamis pekan lalu telah menyangkal tuduhan menerima uang hasil penggelapan barang bukti seperti termuat dalam surat dakwaan Azam tersebut. "Saya tidak tahu dan tidak pernah mempergunakan untuk saya. Untuk selebihnya silakan Kejagung yang berkompeten jawab,” ujar Hendri, seperti dilansir Tempo.


Meski demikian, dia tidak mengajukan banding atas sanksi yang dijatuhkan Jamwas terhadapnya.rajamedia

Komentar: