Anggota DPD RI Dukung Fatwa MUI "Pajak Berkeadilan", Dorong Pemerintah Menindaklajuti
RAJAMEDIA.CO - Jakarta, MUI - Anggota DPD RI KH Muhammad Nuh, MSP, menyambut baik fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Pajak Berkeadilan yang diputuskan dalam pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) XI MUI di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, pada 20-23 November 2025 kemarin.
Di mana objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).
Sementara barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer (dharuriyat), khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak. Termasuk bumi dan bangunan yang dihuni (non komersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang (double tax).
Tidak Adil kalau Disamaratakan
Dia menjelaskan fatwa MUI tersebut sudah sudah tepat. Karena kalau semua barang dan kebutuhan secara umum dipajaki, yang terbebani bukan hanya orang-orang kaya, tapi juga masyarakat kecil. Menurutnya, hal itu tentu tidak adil.
Terlebih, anggota Komite IV DPD yang membidangi pajak ini menekankan, justru pemerintah mestinya membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan primer, dari sandang, pangan, hingga papan. Karena itu sangat tidak tepat kalau berbagai kebutuhan pokok yang mestinya dibantu oleh pemerintah itu malah dipajaki.
"Jadi sudah tepat apa yang suarakan oleh MUI," jelasnya kepada Raja Media Network (RMN) sesaat lalu (Senin, 24/11/2025).
Dia juga mendukung poin-poin lain dari Fatwa Pajak Berkeadilan dari MUI, termasuk pajak penghasilan, yang hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas.
Fatwa MUI Sejalan dengan Maqashid Syariah
Menurutnya fatwa Pajak Berkeadilan yang dikeluarkan MUI ini sesuai dengan mashalihul ummah (kemaslahatan umum) yang menjadi maqashid syariah atau tujuan penetapan hukum-hukum syariat Islam. Kaidah ini sudah menjadi kesepakatan para ulama, terutama ulama Ushul Fiqh.
"Jadi terasa keberadaan hukum-hukum syariah yang dikaji dan dikeluarkan oleh para ulama kita itu memang mengarah kepada kemaslahatan," ucap Pengasuh Pesantren Al-Uswah, Langkat, ini.
Karena itu pihaknya mendorong pemerintah proaktif menyikapi Fatwa MUI tersebut. Bahkan dia pun berharap pemerintah menindaklanjutinya dengan melakukan penyesuaian aturan perpajakan yang sejalan fatwa tersebut.
Untungkan Semua Rakyat
Terlebih rakyat Indonesia mayoritas beragama Islam. Jadi sangat tepat kalau aturan yang sesuai dengan hukum Islam dijalankan. Bahkan fatwa ini juga akan menguntungkan rakyat kecil secara umum termasuk di luar Islam kalau diadopsi dalam hukum positif.
"Katakanlah seperti tadi pajak hanya kepada orang yang mempunyai penghasilan di atas nishab, maka yang di luar Islam pun bisa menikmati (keringanan pajak kalau tidak mencapai nishab), UMKM tertolong dan sebagainya. Jadi Islam rahmatan lil alamin itu saya kira bisa dirasakan," tandasnya.
Optimis Presiden Pro-Rakyat
Ketua PW Persis Sumut ini sendiri optimistis Pemerintahan Prabowo Subianto akan menjadikan prinsip kemaslahatan umum ini sebagai dasar dalam membuat kebijakan. Hal ini terlihat dari sejumlah terobosan Prabowo yang tidak menerapkan generalisasi sebuah kebijakan.
"Umpamanya terkait dengan sertifikasi halal. Presiden mengatakan 1,35 juta pelaku UMKM gratis (mendapatkan) sertifikasi halal. Saya pikir ini kan kebijakan yang pro rakyat dan itu jelas sesuai dengan agama kita dan keinginan masyarakat kita," demikian KH Muhammad Nuh.![]()
Nasional 4 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 3 hari yang lalu
Gaya Hidup | 5 hari yang lalu
Opini | 7 jam yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Opini | 21 jam yang lalu
Parlemen | 2 hari yang lalu