Srikandi DPR Ingatkan Bahlil: Jangan Sampai E10 Jadi Jalan Baru Impor Etanol!

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Legislator - Rencana penerapan bahan bakar campuran etanol 10 persen atau E10 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuai perhatian dari kalangan legislatif.
Anggota Komisi XII DPR RI Ratna Juwita Sari mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak justru membuka peluang baru bagi impor etanol besar-besaran.
“Saya mendukung E10 sebagai langkah menuju energi bersih. Tapi jangan sampai kebijakan ini malah membuka keran impor baru. Pemerintah harus menjamin pasokan etanol dari dalam negeri cukup — baik dari sisi produksi maupun distribusi,” tegas Ratna dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/10/2025).
Dukung Transisi Energi, Tapi Tegas Soal Kemandirian Nasional
Ratna menegaskan dirinya tidak menolak kebijakan E10. Ia mendukung langkah itu sebagai bagian dari transisi energi nasional dan pengurangan emisi karbon.
Namun, ia menekankan pentingnya kesiapan industri dalam negeri agar tidak tergantung pada impor bahan baku.
“Transisi energi harus memperkuat kemandirian nasional. Jangan sampai program hijau justru bergantung pada negara lain,” ujarnya.
Dorong Percepatan Pabrik Bioetanol Bojonegoro
Politisi Fraksi PKB itu juga mendorong percepatan pembangunan pabrik bioetanol skala besar di Bojonegoro, Jawa Timur.
Menurutnya, kapasitas produksi etanol dalam negeri masih sangat jauh dari kebutuhan jika program E10 dijalankan penuh.
“Pabrik di Bojonegoro harus jadi prioritas nasional. Jangan hanya groundbreaking, tapi harus segera beroperasi agar bisa menutup defisit pasokan etanol. Tanpa itu, target E10 akan sulit tercapai tanpa impor,” katanya.
Data: Produksi Nasional Belum Cukup untuk E10
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang produksi etanol nasional pada 2024 baru mencapai 303 ribu kiloliter (kL) per tahun, dengan realisasi produksi hanya 161 ribu kL.
Padahal, jika E10 diberlakukan penuh, kebutuhan nasional mencapai 890 ribu kL per tahun.
“Artinya masih ada kesenjangan lebih dari 700 ribu kL yang perlu ditutup dengan peningkatan kapasitas dalam negeri,” ungkap Ratna, legislator asal Dapil Tuban–Bojonegoro itu.
Kebijakan Energi Hijau Jangan Jadi Ketergantungan Baru
Ratna menegaskan, kemandirian energi hanya dapat tercapai jika seluruh rantai produksi — mulai dari bahan baku, pabrik, hingga distribusi — dikendalikan oleh industri nasional.
“Kebijakan energi hijau harus berdampak pada peningkatan kapasitas nasional, bukan memperkuat ketergantungan impor. Pemerintah harus belajar dari pengalaman biodiesel, di mana kesiapan industri menjadi kunci keberhasilan,” tutupnya.
Catatan Raja Media:
Program E10 digadang-gadang menjadi jembatan menuju era bahan bakar rendah karbon. Namun, tanpa kesiapan industri nasional, transisi hijau bisa menjadi jebakan baru — antara idealisme energi bersih dan realitas ketergantungan impor.
Ekbis 5 hari yang lalu

Hukum | 5 hari yang lalu
Keamanan | 5 hari yang lalu
Daerah | 1 hari yang lalu
Info Haji | 5 hari yang lalu
Keamanan | 4 hari yang lalu
Politik | 3 hari yang lalu
Pendidikan | 5 hari yang lalu
Opini | 3 hari yang lalu
Politik | 2 hari yang lalu