Revisi UU Penyiaran Kecilkan Peran Pers! Begini Kata Ketua Komisi 1 DPR
RAJAMEDIA.CO - Jakarta - Hubungan Komisi I DPR dengan Dewan Pers selalu sinergis dan saling melengkapi. Keberlangsungan media yang sehat adalah hal yang penting.
Demikian disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyusul munculnya sejumlah pasal dalam draf revisi UU Penyiaran. Meutya Hafid menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah berniat mengecilkan peran pers
"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I untuk mengecilkan peran Pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh, dan Alm Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi termasuk dalam lahirnya Publisher Rights," ujar Meutya, dalam keterangan tertulisnya, mengutip laman resmi DPR, Sabtu (18/5).
Dijelaskan politisi Fraksi Partai Golkar ini, saat ini belum ada naskah revisi UU Penyiaran yang resmi. Sehingga, yang saat ini beredar di masyarakat kemungkinan adalah draf RUU dalam beberapa versi.
Untuk itu, Meutya Hafid menyebut, RUU ini masih sangat dinamis. Dia mengakui bahwa penulisan draf tersebut belum sempurna dan cenderung multitafsir. Oleh karena itu, Komisi I DPR RI membuka ruang seluas-luasnya bagi masukan dari publik.
"Tahapan draf revisi UU penyiaran saat ini masih di Badan Legislasi, yang artinya belum ada pembahasan dengan pemerintah. Komisi I membuka ruang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dari masyarakat dan akan diumumkan ke publik secara resmi," ujarnya.
Komisi I DPR, kata Meutya telah menggelar rapat internal pada Rabu, 15 Mei 2024. Hasil dari rapat tersebut menyepakati bahwa Panja Penyiaran DPR akan mempelajari lagi masukan dari masyarakat terkait revisi UU Penyiaran.
Ditegaskannya lagi, Komisi I berkomitmen untuk terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi dan diskursus untuk revisi UU penyiaran sebagai bahan masukan.
Diketahui, revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran saat ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Banyak pihak yang khawatir revisi ini akan mengancam kebebasan jurnalis dan ruang digital. Draf revisi UU Penyiaran tertanggal 27 Mei 2024 yang berisikan 14 BAB dan total 149 pasal, mendapat sorotan khusus pada beberapa pasal yang dianggap bermasalah.
Pasal 8A huruf q dan Pasal 50 B Ayat 2 huruf c, misalnya, dikritik karena dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers. Pasal 8A huruf q memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran, yang selama ini merupakan tugas Dewan Pers sesuai dengan Undang-Undang Pers.
Info Haji 3 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Olahraga | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu