Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Pilkada Dipilih DPRD Rampas Hak Rakyat: Pindahkan Money Politics ke Elit Kekuasaan!

Laporan: Firman
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01 WIB
Ketua Dewan Pakar Partai Demokrat Andi Malarangeng - Repro -
Ketua Dewan Pakar Partai Demokrat Andi Malarangeng - Repro -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Polkam — Wacana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD menuai penolakan keras dari Ketua Dewan Pakar Partai Demokrat, Andi Mallarangeng. 
 

Mantan Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam dari tahun 2009 hingga 2014 menilai gagasan tersebut justru berpotensi merampas hak politik rakyat dan memindahkan praktik money politics dari ruang publik ke ruang elit kekuasaan.
 

Menurut Andi, munculnya wacana pilkada lewat DPRD dilandasi anggapan bahwa pilkada langsung terlalu mahal, baik dari sisi biaya kampanye maupun penyelenggaraan. Namun, ia menegaskan mahalnya pilkada bukan alasan untuk mencabut hak rakyat memilih pemimpinnya secara langsung.
 

“Kalau problemnya money politics dan biaya mahal, solusinya bukan menghapus pilkada langsung, tapi memperbaiki sistemnya,” tegas Andi dalam pernyataannya dikutip dari akun facebook pribadinya, Selasa (31/12/2025)
 

Penegakan Hukum dan Batas Biaya Kampanye
 

Andi menilai maraknya politik uang seharusnya dijawab dengan penegakan hukum yang tegas dan konsisten, sekaligus penguatan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
 

Selain itu, ia mengusulkan penerapan spending cap atau pembatasan belanja kampanye, sebagaimana diterapkan dalam liga sepak bola Eropa.
 

“Biaya kampanye kandidat dan partai harus dibatasi secara ketat, tidak jorjoran. Begitu juga penerimaan dana kampanye,” ujarnya.
 

Efisiensi Penyelenggaraan dan Teknologi
 

Terkait mahalnya biaya penyelenggaraan pilkada, Andi menawarkan solusi teknis yang dinilai realistis. Salah satunya dengan memangkas jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga separuh, dengan menaikkan jumlah pemilih per TPS menjadi 1.000 orang serta memperpanjang waktu pemungutan suara hingga pukul 16.00 WIB.
 

Ia juga mendorong pemanfaatan teknologi e-voting demi efisiensi dan akurasi.
 

“Kotak suara pilkada daerah hanya empat, sehingga proses penghitungan bisa cepat. Dengan e-voting, efisiensinya bisa lebih besar lagi,” jelasnya.
 

Oligarki dan Legitimasi Elit
 

Andi mengingatkan, pilkada melalui DPRD bukanlah solusi dari praktik politik uang. Pengalaman masa Orde Baru menunjukkan bahwa mekanisme tersebut justru sarat money politics di kalangan elit.
 

“Itu hanya memindahkan money politics elektoral menjadi money politics di DPRD. Yang terpilih bukan kehendak rakyat, tapi kehendak oligarki,” katanya.
 

Ia bahkan mengingatkan potensi terkonsentrasinya kekuasaan, di mana ratusan kepala daerah ditentukan oleh segelintir elit partai politik di pusat.
 

“Kita akan kehilangan pemimpin yang berakar ke rakyat, digantikan pemimpin yang berakar ke atas,” tegasnya.
 

Suara Rakyat Harus Didengar
 

Andi menilai, legitimasi pilkada DPRD tetap lemah karena bersumber dari elit politik, bukan dari rakyat. Ia menegaskan, jika ingin perubahan, seharusnya pemerintah bertanya langsung kepada rakyat.
 

“Hasil polling konsisten menunjukkan sekitar 80 persen rakyat mendukung pilkada langsung dan menolak pilkada oleh DPRD,” ujarnya.
 

Ia mempertanyakan dampak psikologis dan politik jika hak memilih kepala daerah dicabut dari rakyat dan diserahkan kepada DPRD.
 

Potensi Gugatan Konstitusional
 

Andi juga mengingatkan bahwa wacana ini berpotensi memicu kegaduhan nasional dan gelombang judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
 

“Lebih dari 200 juta pemilih jelas dirugikan dan punya legal standing untuk mengajukan gugatan ke MK,” katanya.

Ia berharap wacana pilkada DPRD ini tidak lebih dari sekadar diskursus akademik atau intellectual exercise, bukan langkah politik serius.
 

“Mudah-mudahan ini hanya cek ombak. Kalau tidak, justru akan menyita energi bangsa dari persoalan-persoalan yang lebih mendesak,” pungkas Andi Mallarangeng.rajamedia

Komentar: