Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Nasir Djamil: Reformasi Polisi Belum Tuntas, 'Kultur Kekerasan Masih Kental, Jenderal Terlalu Banyak!'

Laporan: Firman
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:00 WIB
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil - Humas DPR -
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil - Humas DPR -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Legislator - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai keras proses reformasi institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pasca pemisahan dari ABRI dinilai belum tuntas. 
 

Menurutnya, kultur kekerasan dan pendekatan militeristik masih sangat kental dalam tubuh Polri, bahkan menunjukkan kesenjangan dari prinsip dasar sebagai institusi sipil yang demokratis.
 

Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/12), politikus dari Fraksi PKS ini menegaskan status sipil Polri membawa konsekuensi besar pada cara kerja dan kultur lembaga. Namun, implementasinya dinilai jauh dari semangat awal reformasi.
 

“Pasca reformasi, status polisi berubah menjadi institusi sipil. Polisi seharusnya menjadi polisi demokratis yang menghargai hak-hak manusia serta nilai-nilai sipil,” tegas Nasir.
 

Sentralisasi dan Piramida Terbalik: Mabes Besar, Polsek Lemah
 

Nasir menyoroti sistem sentralisasi yang dianggapnya telah memperlebar jarak antara polisi dan masyarakat. Ia mengingatkan konsep awal pasca reformasi, yaitu “Mabes kecil, Polda cukup, Polres besar, dan Polsek kuat”.
 

“Tapi sekarang piramidanya terbalik: Mabes terlalu besar, jenderal terlalu banyak, sementara Polsek tidak diisi orang-orang yang kompeten,” kritiknya.
 

Kewenangan Eksesif dan Kaburnya Batas Alat Negara vs Alat Kekuasaan
 

Ia juga mengkritik kedudukan Polri di bawah Presiden yang menurutnya mengaburkan batas antara alat negara dan alat kekuasaan. 
 

“Kewenangan polisi sangat besar, bahkan eksesif. Mereka menjalankan fungsi eksekutif, tetapi juga fungsi yudikatif. Tumpang tindih ini sering dikritik banyak pihak,” tutur Nasir.
 

Kekerasan Masih Jadi Metode, Fokus pada Pengakuan Bukan Bukti
 

Yang paling mengkhawatirkan, menurut Nasir, adalah kultur kekerasan yang masih melekat dalam proses hukum. Ia menyebut, dalam banyak kasus, anggota polisi lebih fokus mencari pengakuan daripada mengumpulkan bukti.
 

“Dalam banyak kasus, anggota polisi tidak fokus mencari bukti, tapi mencari pengakuan. Di situ sering terjadi kekerasan dalam pemeriksaan,” tegasnya.
 

PR Besar: Ganti Kultur Militeristik dengan Pendekatan Preventif
 

Nasir menegaskan, problem mendasar Polri saat ini bukan hanya soal jumlah personel, tetapi kelemahan fungsi kepolisian di level masyarakat. Ia mendesak pendekatan yang lebih preventif, bukan represif.
 

“Pendekatan kepolisian mestinya preventif, dengan deteksi dini dan pembinaan masyarakat. Tapi kultur militeristik masih sangat terasa di pendidikan Akpol, di Brimob, bahkan di Densus. Tradisi itu belum selesai menjadi PR besar,” pungkasnya.
 

Kritik keras ini menunjukkan bahwa meski sudah lebih dari dua dekade pasca reformasi, transformasi Polri menjadi lembaga sipil yang benar-benar demokratis dan humanis masih menyisakan pekerjaan rumah yang sangat besar.rajamedia

Komentar: