Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Struktural dan Instrumental Tak Bermasalah, Pembenahan Kultural di Polri Mendesak!

Laporan: Zulhidayat Siregar
Sabtu, 27 September 2025 | 08:51 WIB
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD - Istimewa -
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD - Istimewa -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Hukum - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan pembenahan kultural di tubuh Polri sangat mendesak untuk dilakukan kalau hendak melakukan reformasi di Korps Bhayangkara tersebut. Sementara aspek kelembagaan dan instrumental, menurutnya tidak begitu ada masalah sehingga tidak perlu menjadi sorotan.


Mahfud menyampaikan ini terkait rencana pengangkatannya sebagai bagian dari Komite Reformasi Polri yang akan dibentuk Presiden Prabowo Subianto. Komite ini dibentuk untuk merespons masyarakat yang menuntut reformasi di Polri menyusul penanganan aparat dinilai berlebihan pada pengamanan unjuk rasa besar-besar akhir Agustus lalu.


"Berdasarkan diskusi-diskusi saya dengan Persatuan Purnawirawan Polri itu sebenarnya ada tiga hal di dalam pembangunan Polri. Satu masalah struktural kelembagaan, kedua masalah instrumental, ketiga masalah kultural," jelas Mahfud seperti dikutip dari tayangan di kanal YouTube @Indonesia Lawyers Club (Sabtu, 27/9/2025).


"Masalah struktural misalnya pemisahan Polri dari TNI dan bahwa Polri langsung bertanggung jawab kepada Presiden, itu sudah selesailah undang-undangnya. Titik masalahnya tidak ada di situ sehingga enggak perlu dipersoalan. Lalu instrumental berbagai peraturan untuk membangun Polri, ini juga sudah lengkap," sambungnya.


Delapan Kultur Buruk di Polri


Mahfud sendiri sudah mencatat setidaknya ada delapan kultur yang tidak baik di kalangan aparat. Mulai dari kerap melakukan kekerasan kepada masyarakat, pemerasan, membekingi sebuah kejahatan. Lalu nepotisme, meritokrasi diabaikan, penghilangan barang bukti, hingga anggota yang dipecat karena sebuah kasus, tiba-tiba aktif lagi.


"Anda tanya apa pun, misalnya penganiayaan, nepotisme, hilangnya barang, hilangnya meritokrasi dan sebagainya. Kalau ditanya aturannya sudah ada, enggak boleh itu semua. Tetapi kultur yang hidup adalah itu," papar pakar hukum yang juga mantan Ketua MK ini.


Karena itu menurutnya, Komite Reformasi Polri ini sebaiknya fokus pada perbaikan kultural. Meskipun dia belum mengetahui secara pasti arah yang akan dilakukan karena belum menerima Keppres terkait Komite Reformasi Polri tersebut.


"Tangkapan saya kultural. Tapi saya tidak tahu kan Keppresnya belum datang. Apakah nanti struktural dan instrumental, efek dari penunjukan Komite Reformasi itu atau kultural. Kalau (menurut) saya lebih baik ini (kultural). Langkah-langkah yang segera dilakukan terhadap hal-hal ini. Enggak usah lagi membongkar aturan-aturan itu."


Melenceng dari Garis Awal Reformasi


Saat ditanya apakah kultur Polri belakangan ini lebih buruk dibanding sebelum reformasi, Mahfud mengaku belum bisa membandingkan. Namun yang pasti, dia menegaskan pada masa awal-awal reformasi, Polri sudah bagus.


Meskipun akhirnya mengalami belokan-belokan yang kemudian melahirkan kultur yang tidak baik, seperti delapan contoh yang telah disebutkannya.


"Meskipun saya katakan polisi itu untuk hal-hal yang sifatnya umum, kriminal umum sangat baik. Tapi dalam hal-hal yang sangat sensitif, masalah korupsi, masalah promosi jabatan, lalu penganiayaan di tempat-tempat tertentu, beking-bekingan, saling bunuh di antara mereka, ini ada catatannya," ucapnya.


"Mungkin itu (delapan kultur buruk) tidak harus dianggap sebagai hal yang mendominasi di Polri. Tapi merupakan kasus-kasus yang banyak terjadi dan kelihatannya lalu menjadi pola. Sehingga ini harus dilakukan penyelamatan-penyelamatan oleh kita semua demi kebaikan Polri itu sendiri," demikian Mahfud MD.rajamedia

Komentar: