Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Khusnul Mracangan

Oleh: Dahlan Iskan
Kamis, 03 November 2022 | 05:56 WIB
Foto: Disway
Foto: Disway

Raja Media (RM), Disway - Khusnul Chotimah kini menjanda. Buka warung mracangan. Di rumah kontrakannyi di Sidoarjo, sekitar 3 kilometer dari SMA Muhammadiyah, tempatnya sekolah sejak TK dulu.

Modal warung itu didapat dari April, wanita Swiss keturunan Tionghoa yang sejak awal membantunya berobat sampai ke Australia.

Setelah suaminyi tewas ditembak polisi, Khusnul memenuhi keinginan sang suami: menggunakan uang Rp 15 juta di lemari itu (Lihat Disway kemarin) untuk biaya kuliah anak mereka yang nomor dua.

Khusnul pun pergi ke Untag Surabaya. Dia ingin bertanya apakah anaknyi masih boleh meneruskan kuliah. Khusnul ragu. Anak itu sudah tidak kuliah selama dua tahun. Bahkan tidak membayar uang kuliahnya lebih lama lagi.

Ternyata nama anak itu belum dicoret dari jurusan sastra Inggris. Sepanjang uang kuliah dibayar ia bisa langsung kuliah lagi. 

Hari itu Khusnul melunasi tunggakan SPP. Uang peninggalan suami masih bisa dipakai sampai si anak lulus S1. 

Si anak pun berhasil jadi sarjana. Sayangnya keadaan ekonomi lagi sulit. Lebih sulit lagi mencari pekerjaan. 

Khusnul bertekad menemui Kepala BNPT Komjen Polisi Boy Rafli. Si anak kini menjadi tenaga honorer di BNPT.

Saya meminta Khusnul ke panggung ketika giliran saya berbicara di acara Dialog Kebangsaan Minggu lalu. Yakni di Warung NKRI di Kafe Hedon, Ngagel, Surabaya.

Di panggung itu ada Boy Rafli yang jadi pembicara utama. Ada juga rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Akh. Muzakki yang berbicara setelah saya. 

Khusnul adalah contoh penderitaan nyata korban bom Bali yang berkepanjangan. Penderitaan yang sambung-menyambung menjadi satu.

Pun sampai rumahnya disita bank. Sebelum bom meledak di Bali usaha sablon bersama suaminyi maju. Khusnul mencari modal tambahan ke BRI. Jaminannya rumah Khusnul di Sidoarjo.

Begitu jadi korban bom di Bali, usaha itu berhenti. Utang bank tak terbayar. Khusnul, dengan luka bakar sekujur tubuhnyi, tidak bisa mikir apa-apa. Masih bisa melanjutkan hidup dengan kulit yang sehat saja sudah beruntung. Suami, yang SMP pun tidak selesai, tidak bisa mencari penghasilan yang cukup.

Rumah pun disita bank.

Khusnul tidak tahu bagaimana cara mempertahankan rumah itu. Dia masih harus menyembuhkan luka bakarnyi.

Ayahnya meninggal dunia.

Khusnul harus tetap hidup. Dia jualan sayur keliling. Ditambah jualan mracangan di depan rumah kontrakannyi.

Amrozi sudah dieksekusi. Demikian juga Muklas. Dendam suaminyi dibawa sampai mati.

Khusnul kini tergabung dalam Yayasan Keluarga Penyintas (YKP). Yakni penyintas bom teroris. Anggotanya 110 orang. Khusnul sebagai humas di kepengurusan YKP.

Masih ada dua paguyuban penyintas bom teroris lagi: Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) dan Isana Dewata. Yang terakhir itu khusus beranggotakan korban bom Bali.

Begitu banyak korban bom teroris. Begitu menderita mereka.

Belum lagi korban ''bom'' Kanjuruhan dan ''bom'' sirup dari pabrik farmasi. (Dahlan Iskan)rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Foto-foto Wahyu Kokkang saat merawat ibunda yang ada di bukunya. [Disway]
Kokkang Ibunda
Kamis, 21 November 2024
Bersama Ign Harjito (jaket hitam). [Disway]
Bergodo Kebogiro
Rabu, 20 November 2024
Ilustrasi perjalanan Dahlan Iskan dari Hartford ke Chicago. [Disway]
Critical Parah
Selasa, 19 November 2024
Prasasti Iqra di Yale University. [Disway]
Tafsir Iqra
Senin, 18 November 2024
ersama para orang tua dan peserta yang mengikuti The World Scholar’s Cup Tournament of Champions. [Disway]
Medali Debat
Minggu, 17 November 2024
Elon Musk, Donald Trump and Vivek Ramaswamy. [Foto: Dok Getty Images]
Pemerintahan Sederhana
Sabtu, 16 November 2024