Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Azis Subekti: Kedaulatan Pangan Jangan Berhenti Jadi Slogan

Laporan: Halim Dzul
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:51 WIB
Anggota Komisi II DPR RI Azis Subekti - Dok Fraksi Gerindra DPR RI -
Anggota Komisi II DPR RI Azis Subekti - Dok Fraksi Gerindra DPR RI -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta. Legislator — Anggota Komisi II DPR RI Azis Subekti menegaskan perlunya perubahan mendasar dalam arah kebijakan pangan nasional. Pemerintah diminta keluar dari pola lama yang menempatkan petani sekadar sebagai objek program, dan mulai menjadikan mereka subjek utama dalam agenda ketahanan dan kedaulatan pangan.
 

Menurut Azis, tanpa reforma agraria yang berkeadilan dan berpihak pada petani kecil, cita-cita kedaulatan pangan hanya akan menjadi jargon politik tanpa pijakan nyata di lapangan.
 

Petani Harus Punya Hak dan Posisi Tawar
 

Sebagai Anggota Pansus Agraria DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Azis menekankan bahwa menjadi subjek berarti petani memiliki hak yang jelas atas tanah, kepastian tenurial, serta posisi tawar yang kuat di pasar.
 

“Petani harus ditempatkan sebagai subjek utama. Subjek berarti punya hak yang jelas atas tanahnya, punya ruang menentukan pilihan usaha taninya, punya posisi tawar di pasar, dan benar-benar menikmati nilai tambah dari kerja kerasnya,” ujar Azis dalam keterangannya, Sabtu (13/12).
 

Produktivitas Naik, Lahan Terdesak
 

Azis menyoroti kondisi Jawa Tengah sebagai salah satu lumbung pangan strategis nasional. Meski produktivitas padi cenderung meningkat, ancaman terhadap luas lahan panen dinilai semakin nyata.
 

Ia merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah yang mencatat luas panen padi pada 2024 turun menjadi 1,55 juta hektare, dari 1,64 juta hektare pada 2023, meskipun pada 2025 diproyeksikan kembali meningkat.
 

“Pesannya jelas, produktivitas saja tidak cukup bila lahan makin terdesak, ongkos produksi membengkak, dan petani tidak punya kepastian usaha,” tegasnya.
 

Food Estate Harus Sejalan Reforma Agraria
 

Azis mengingatkan, berbagai program pangan skala besar, termasuk Food Estate, seharusnya berjalan beriringan dengan reforma agraria. Tanpa pembenahan struktur penguasaan tanah, proyek pangan justru berpotensi memperlebar konflik agraria, menyingkirkan petani kecil, dan menambah tekanan ekologis.
 

Ia juga menekankan pentingnya menyatukan agenda ketahanan pangan dengan perlindungan lingkungan dan mitigasi bencana, khususnya di wilayah pegunungan rawan longsor seperti Wonosobo, Magelang, dan Purworejo.
 

Tak Melulu Padi, Hortikultura Perlu Diperkuat
 

Selain itu, Azis mendorong agar kebijakan pangan nasional tidak bersifat padi-sentris. Penguatan sektor hortikultura dinilai penting sebagai strategi menjaga keberlanjutan pendapatan petani sekaligus memperkuat ketahanan pangan lokal.
 

Empat Langkah Konkret Kebijakan Pangan
 

Untuk membuat kebijakan pangan lebih membumi, Azis mendesak pemerintah mengambil empat langkah konkret. 
 

Pertama, reforma agraria harus benar-benar menyentuh petani kecil melalui kepastian hak atas tanah, pencegahan alih fungsi lahan produktif, serta penataan kemitraan agar tidak timpang.
 

Kedua, program pangan berskala besar harus menempatkan petani lokal sebagai pelaku utama, bukan sekadar buruh, dengan skema pembiayaan, pendampingan, dan akses pasar yang jelas.
 

Ketiga, penguatan infrastruktur dasar pertanian, mulai dari irigasi, embung, jalan tani, gudang, pengering, hingga alat pascapanen, terutama di wilayah bermedan berat dan rawan bencana.
 

Keempat, perlindungan lingkungan harus jadi satu paket dengan agenda pangan. 
 

"Konservasi lereng, perbaikan tata air, dan pengendalian risiko longsor wajib masuk perencanaan program. Termasuk daerah-daerah di Wonosobo yang irigasinya sudah kering dan perlu segera direvitalisasi,” tandasnya.
 

Kunci Pangan Tahan Guncangan
 

Azis menegaskan, menempatkan petani sebagai subjek bukan hanya soal keadilan sosial, tetapi juga strategi memperkuat ketahanan pangan nasional.
 

“Bila petani ditempatkan sebagai subjek, kebijakan pangan akan lebih inklusif, lebih kuat, dan lebih tahan guncangan,” pungkasnya.rajamedia

Komentar: