Aleg DPR Tolak Kapolri Ditunjuk Langsung Presiden, Dinilai Langgar Konstitusi
RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Legislator — Wacana pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) secara langsung oleh Presiden tanpa melalui mekanisme persetujuan DPR menuai penolakan keras dari parlemen.
DPR menilai gagasan tersebut berpotensi merusak prinsip negara hukum dan demokrasi konstitusional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menegaskan, mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bukan sekadar prosedur administratif, melainkan instrumen penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan.
DPR Tegaskan Prinsip Check and Balance
Menurut Rudianto, usulan pengisian jabatan Kapolri tanpa persetujuan DPR menunjukkan absennya pemahaman mendalam terhadap konsep negara hukum dan demokrasi.
“Usulan atau wacana pengisian jabatan Kapolri yang tidak melalui mekanisme persetujuan DPR merupakan bentuk keabsenan terhadap pemaknaan mendalam kita tentang konsep negara hukum dan negara demokrasi,” ujar Rudianto, dikutip Minggu (14/12).
Politikus Partai NasDem itu merujuk Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan kedaulatan rakyat serta supremasi hukum. Dalam kerangka tersebut, DPR memiliki peran strategis sebagai representasi rakyat untuk memberikan legitimasi konstitusional atas jabatan strategis negara.
“Fungsi pengawasan DPR adalah manifestasi kedaulatan rakyat. Setiap alat negara harus melalui validasi konstitusional,” tegasnya.
Fit and Proper Test Dinilai Penjaga Demokrasi
Rudianto menilai fit and proper test sebagai “bandul” utama yang menjaga keseimbangan relasi antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Oleh karena itu, peran DPR dalam proses pengangkatan Kapolri tidak boleh dihilangkan atau direduksi.
Ia mengingatkan, penguatan demokrasi tidak dilakukan dengan memotong mekanisme pengawasan, melainkan dengan memastikan proses berjalan transparan dan akuntabel.
Wacana Hak Prerogatif Presiden
Wacana pengangkatan Kapolri tanpa persetujuan DPR sebelumnya dilontarkan mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar saat berada di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (10/12). Da’i berpandangan, pemilihan Kapolri seharusnya menjadi hak prerogatif Presiden sepenuhnya tanpa melibatkan forum politik DPR.
“Tidakkah sepenuhnya kewenangan prerogatif seorang Presiden memilih calon Kapolri dari persyaratan yang dipenuhi dari Polri itu sendiri? Tidak perlu membawa ke forum politik melalui DPR,” ujar Da’i.
Meski mengakui tujuan fit and proper test sebagai kontrol, Da’i menilai mekanisme tersebut berpotensi menimbulkan beban politis bagi Kapolri terpilih.
DPR: Perbaiki Mekanisme, Bukan Hilangkan Peran
Menanggapi pandangan tersebut, Rudianto menegaskan bahwa jika terdapat kelemahan dalam pelaksanaan fit and proper test, solusi yang tepat adalah memperbaiki mekanismenya, bukan meniadakan peran DPR.
“Jika ada kelemahan, perbaikannya adalah memperkuat mekanismenya, bukan menghilangkan mandat konstitusional DPR,” pungkasnya.
DPR pun menegaskan komitmennya untuk menjaga sistem check and balance demi memastikan institusi Polri tetap profesional, independen, dan berada dalam koridor konstitusi.![]()
Parlemen 5 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Parlemen | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 6 hari yang lalu
Peristiwa | 5 hari yang lalu
Daerah | 2 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Daerah | 3 hari yang lalu
Politik | 3 hari yang lalu
Daerah | 1 hari yang lalu
