Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Akses Digital dan Peran Perguruan Tinggi

Oleh: Dr. Tantan Hermansah
Senin, 20 Mei 2024 | 18:40 WIB
Ilustrasi literasi digital. (Foto: Medsos)
Ilustrasi literasi digital. (Foto: Medsos)

RAJAMEDIA.CO - Opini, Jakarta - DALAM teori ekonomi klasik, terdapat konsep "informasi asimetris" yang menjelaskan situasi di mana satu pihak atau sekelompok orang memiliki lebih banyak informasi dibandingkan pihak lain.

Kondisi ini sering dimanfaatkan dalam transaksi atau interaksi untuk mendapatkan keuntungan yang tidak seimbang.

Informasi asimetris telah lama diidentifikasi sebagai penyebab berbagai masalah, seperti ketidakseimbangan dalam transaksi yang membuat pihak dengan informasi lebih sedikit keluar dari ekosistem transaksi, sementara pihak yang memiliki lebih banyak informasi cenderung melakukan moral hazard, atau memanfaatkan informasi tersebut untuk mengeruk keuntungan yang tidak adil.

Jika kita tarik konsep informasi asimetris ini ke dalam konteks digital saat ini, kita dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang telah muncul atau mungkin akan terjadi di masa depan.

Pertama, Digital Divide. Digital divide atau kesenjangan digital terjadi ketika sekelompok orang memiliki akses lebih besar ke teknologi dan informasi digital dibandingkan yang lain. Akses ini tidak hanya bergantung pada infrastruktur teknologi, tetapi juga pada modal sosial dan ekonomi yang memungkinkan seseorang untuk mengakumulasi dan memanfaatkan teknologi tersebut. Mereka yang memiliki akses lebih baik dapat memperoleh keuntungan yang tidak dimiliki oleh mereka yang kurang terakses, menciptakan ketidaksetaraan yang semakin dalam di masyarakat.

Kedua, Penipuan Online. Munculnya penipuan online adalah salah satu konsekuensi dari kesenjangan akses digital. Mereka yang memiliki literasi digital rendah sering menjadi korban penipuan oleh individu atau kelompok yang memiliki pengetahuan dan keterampilan digital lebih tinggi. Penipu memanfaatkan ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman korban tentang dunia digital untuk melakukan berbagai tindakan yang merugikan.

Ketiga, Ketidakpercayaan Masyarakat. Dampak dari kedua masalah di atas adalah ancaman terhadap kepercayaan masyarakat terhadap informasi digital. Ketika masyarakat terus-menerus terpapar penipuan dan ketidaksetaraan akses, kepercayaan terhadap platform digital dan transaksi online akan menurun. Jika hal ini tidak ditangani, ruang digital yang selama ini menjadi tempat interaksi dan transaksi akan perlahan-lahan ditinggalkan karena dianggap tidak aman dan tidak menguntungkan.

Mengatasi Informasi Asimetris

Untuk mengatasi masalah informasi asimetris dalam akses digital, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan sistematis. Berikut adalah tiga langkah kunci yang perlu dilakukan:

Pertama, Regulasi Pemerintah. Di mana pemerintah harus mengimplementasikan regulasi yang melindungi konsumen di ruang digital. Regulasi ini harus mencakup transparansi produk digital, pengawasan terhadap praktik-praktik penipuan, dan mekanisme perlindungan konsumen yang efektif. Selain itu, regulasi juga harus memastikan bahwa akses terhadap teknologi dan informasi digital dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Kedua, Peningkatan Literasi Digital. Peningkatan kualitas dan kapasitas literasi digital masyarakat sangat penting. Pendidikan literasi digital harus menjadi prioritas, baik melalui program formal di sekolah maupun melalui inisiatif komunitas dan pelatihan profesional. Literasi digital yang baik akan memungkinkan individu untuk lebih memahami risiko dan tanggung jawab dalam dunia digital, serta memanfaatkan teknologi dengan lebih efektif dan aman.

Ketiga, Pengembangan Teknologi dan Kolaborasi. Pengembangan teknologi harus dilakukan melalui kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Inovasi teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan transparansi di ruang digital perlu didorong. Selain itu, kolaborasi ini juga harus mencakup pembentukan civil society digital, di mana masyarakat secara aktif terlibat dalam pengawasan dan pelaporan entitas yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama semua pihak yang terlibat dalam ekosistem digital.

Peran Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Literasi Digital

Perguruan tinggi memiliki peran krusial dalam meningkatkan literasi digital melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Namun, tantangan besar yang dihadapi oleh perguruan tinggi adalah tingginya biaya pendidikan. Mahalnya biaya kuliah membuat akses ke pendidikan tinggi menjadi sulit bagi banyak orang, terutama mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu.

Kita mengetahui bahwa biaya kuliah yang tinggi menyebabkan beberapa konsekuensi negatif pada akses digital:

Pertama, Akses Terbatas ke Pendidikan Tinggi. Banyak individu yang potensial tidak dapat melanjutkan pendidikan tinggi karena keterbatasan finansial. Hal ini mengurangi jumlah orang yang memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan literasi digital mereka.

Kedua, Keterbatasan dalam Pengembangan Program Literasi Digital. Di mana banyak perguruan tinggi memerlukan dana yang cukup untuk mengembangkan program-program literasi digital yang efektif. Ketika dana terbatas, program-program ini seringkali tidak dapat dijalankan atau dikembangkan dengan optimal.

Ketiga, Kesenjangan Keterampilan Digital. Ketidakmampuan untuk mengakses pendidikan tinggi menyebabkan kesenjangan dalam keterampilan digital di masyarakat. Mereka yang tidak dapat mengakses pendidikan tinggi cenderung memiliki literasi digital yang lebih rendah, yang memperparah kesenjangan digital.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah dapat diambil, antara lain:

Pertama, Aspek Subsidi dan Beasiswa, di mana pemerintah dan institusi pendidikan perlu menyediakan lebih banyak subsidi dan beasiswa untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu. Ini akan meningkatkan akses ke pendidikan tinggi dan memungkinkan lebih banyak individu untuk memperoleh keterampilan literasi digital.

Kedua, Program Pelatihan dan Sertifikasi. Dalam hal ini perguruan tinggi dapat mengembangkan program pelatihan dan sertifikasi literasi digital yang lebih terjangkau dan fleksibel. Program-program ini dapat diakses oleh masyarakat luas, termasuk mereka yang tidak terdaftar sebagai mahasiswa penuh waktu.

Ketiga, Kolaborasi dengan Sektor Swasta. Dalam konteks ini perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk mendapatkan dukungan finansial dan sumber daya lainnya. Sektor swasta, yang juga akan diuntungkan oleh peningkatan literasi digital, dapat berkontribusi melalui program kemitraan, pendanaan penelitian, dan inisiatif lainnya.

Penutup

Akses digital merupakan modal penting di era modern yang dapat membawa kesejahteraan jika dimanfaatkan dengan baik. Namun, tanpa regulasi yang tepat, literasi digital yang memadai, dan teknologi yang aman, informasi asimetris dapat menciptakan kesenjangan yang merugikan banyak pihak.

Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi digital, namun hambatan biaya kuliah yang tinggi menghalangi peran tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk memastikan bahwa akses digital dan pendidikan tinggi dapat dijangkau oleh semua orang secara adil dan merata, serta dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Penulis: Pengajar Sosiologi Perkotaan, Pengurus IKALUIN Jakarta, dan Ketua Prodi S2 KPI UIN Jakartarajamedia

Komentar: