Sudah Ditonton 4 Juta Orang! Film Dirty Vote Bahas Kecurangan Pemilu, Fitnah atau Fakta?
RAJAMEDIA.CO - Jakarta - Film dokumenter 'Dirty Vote' tengah viral di media sosial dan menuai perbincangan publik. Film yang dirilis Minggu, 11 Februari 2024 dan sudah ditonton 4 juta kali.
Tiga pakar hukum, Bivitri Susanti, Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar menjadi bintang dalam film tersebut.
Sejumlah instrumen kekuasaan yang digunakan untuk memenangkan Pemilu, diulik ketiga pakar tersebut. Instumen-instrumen yang disebutnya mendobrak tatanan demokrasi.
Salah satu yang menjadi perhatian publik adalah kecurangan Pemilu yang sudah dimulai sejak penunjukan Pj Kepala Daerah. Diketahui, penunjukan Pj Kepala Daerah banyak yang cacat hukum sebab prosesnya tidak transparan.
Ada sejumlah hal yang diangkat dalam film berdurasi hampir dua jam ini. Di antaranya tentang demokrasi yang tidak bisa dimaknai sebatas terlaksananya Pemilu, melainkan bagaimana proses Pemilu berlangsung dan kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme.
Salah satu yang diungkap dalam Film Dirty Vote (TangkapanLayar)
Baru ungkap sebagaian kecil
Film berdurasi 1 jam 57 menit ini cukup membuat heboh di linimas media sosial. Di platform X, film ini bahkan menjadi trending topik dan banyak dibicarakan netizen di berbagai media sosial lainnya.
Disutradarai Dhandy Dwi Laksono, mantan jurnalis yang kerap melakukan liputan investigasi.
Sementara, Lembaga organisasi yang terlibat dalam kolaborator dalam film antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ekspedisi Indonesia Baru, Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH pers, Lokataru, Perludem, Walhi, dan sejumlah lembaga lainnya.
Dalam durasi 1 jam 57 menit, tiga pakar hukum tata negara menyampaikan dengan gamblang berbagai hal terkait desain kecurangan yang ditemukan di Pemilu 2024.
Mulai dari ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berbeda-beda terkait masuknya anak-anaknya ke dunia politik, ketidaknetralan pejabat publik, wewenang dan potensi kecurangan kepala desa, anggaran dan penyaluran bansos, penggunaan fasilitas publik, hingga bagaimana pelanggaran etik di lembaga-lembaga negara.
Wakil TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman sebut film Dirty Vote berisi fitnah.
Fitnah atau fakta!
Film dokumenter 'Dirty Vote' menuai kontroversi, ada yang menyebutnya fitnah dan ada pula yang percaya.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman menyebut film dokumenter 'Dirty Vote' merupakan film yang berisi fitnah dan narasi kebencian yang tidak berdasar.
"Perlu kami sampaikan sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah," ucap Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN, Jakarta, Minggu, 11 Februari 2024.
Habiburokhman juga mempertanyakan kapasitas para pakar hukum yang hadir di film tersebut.
"Saya kapasitas, tokoh-tokoh yang ada di film tersebut dan saya merasa sepertinya ada tendensi keinginan untuk mensabotasi pemilu," ujarnya.
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud punya pandangan berbeda dengan TKN Prabowo-Gibran. TPN Ganjar -Mahfud menilai temuan yang diungkapkan dalam film, dokumenter 'Dirty Vote' merupakan sesuatu yang baru dan sesuai dengan kondisi saat ini.
Deputy Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis berpendapat, film 'Dirty Vote' bisa menjadi pengingat soal maraknya pelanggaran di Pemilu 2024.
"Ini film yang bagus, kalau kita membaca dan ingin mengatahui pelanggaran pemilu yang sudah terjadi dan yang potensial akan terjadi," ungkap Todung.
Todung menyebut film ini memberikan pendidikan politik yang penting bagi masyarakat. Ia pun berharap tidak ada pihak yang bereaksi berlebihan.
"Jangan baper, banyak orang baper ketika dikritik," ujar Todung.
Rumah produksi Watchdog baru saja merilis film dokumenter terbaru berjudul 'Dirty Vote'. Film yang sutradarai Dhandy Dwi Laksono itu berisi tentang dugaan kecurangan-kecurangan di Pemilu 2024.
Film ini dibintangi tiga pakar hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Feri AMsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
Ketiganya mengulik sejumlah instrumen kekuasaan yang digunakan untuk memenangkan Pemilu, meski mendobrak tatanan demokrasi.
Info Haji 3 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Olahraga | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu