Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Praktik Korup para Elite Politik Mestinya juga Dimasukkan di Buku Sejarah Indonesia

Laporan: Zulhidayat Siregar
Kamis, 29 Mei 2025 | 19:34 WIB
Anggota Komite III DPD RI Hasby Yusuf - doc.pribadi -
Anggota Komite III DPD RI Hasby Yusuf - doc.pribadi -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Sejarah - Penulisan ulang sejarah Indonesia yang saat ini sedang dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kebudayaan, harus dilakukan secara objektif. Pemerintah diingatkan jangan sampai melakukannya hanya berdasarkan kepentingan dan perspektif penguasa semata.

 

Demikian disampaikan Hasby Yusuf, anggota Komite Komite III DPD RI yang salah satunya membidangi persoalan budaya. Hal ini bahkan dia utarakan pada saat Rapat Kerja Komite III DPD RI bersama Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon belum lama ini.

 

"Kemarin itu (saat raker) di Komite III dengan Menteri Fadli Zon, saya juga sudah bilang, saya setuju saja penulisan sejarah itu. Cuma harus hati-hati. Karena sejarah selalu ditulis oleh para pemenang kan?" jelasnya kepada Raja Media Network (RMN) Kamis (29/5/2025).

 

"Kita takut sejarah ditulis oleh mereka yang berkuasa, lalu dinarasikan sesuai selera penguasa. Ganti penguasa, ganti rezim, sejarah baru ditulis. Sampai kapan sejarah akan benar-benar (ditulis secara) objektif," sambung politikus yang akrab disapa Bang Bices ini.

 

Sejarah Pemberontakan Daerah

 

Lebih jauh, senator dari daerah pemilihan Maluku Utara ini menekankan penulisan sejarah juga harus komprehensif, mencakup semua dimensi, sehingga tidak parsial. Karena itu jangan sampai misalnya hanya menonjolkan daerah tertentu dan mengabaikan wilayah lainnya.

 

Terlebih, Hasby Yusuf menegaskan, sejarah Indonesia tidak hanya berakar dari perjuangan melawan kolonialisme, tapi juga tidak lepas dari adanya berbagai pemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat pasca kemerdekaan. "Itu sejarah. Kita hidup pada lanskap politik itu," ucapnya.

 

Seperti pemberontakan Daud Beureueh bersama rakyat Aceh, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat yang dipimpin RM Kartosuwiryo, Republik Maluku Selatan (RMS) pimpinan Christian Robert Steven Soumokil hingga PRRI (Pemerintah Revolusi Republik Indonesia) dan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta).

 

Menurutnya penulisan berbagai peristiwa tersebut harus secara fair dengan melihat sudut pandang dan motif meletusnya pemberontakan tersebut. Pemberontakan itu lebih disebabkan karena ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pusat pada masa itu.

 

"Pertama, karena ada komitmen politik Jakarta pada zaman Bung Karno tidak pernah terpenuhi. Kedua rekrutmen politik saat itu sangat tidak merepresentasikan semua wilayah. Jadi pemberontakan itu harus dipahami sebagai perjuangan untuk menegakkan keadilan bagi semua bangsa," ucapnya.

 

Penulisan berbagai sejarah pemberontakan daerah itu akan menjadi pelajaran bagi generasi ke depan. Dengan mengetahui motif sebenarnya dari peristiwa itu, diharapkan hubungan pusat-daerah bisa dibangun dengan baik sehingga pergolakan sejenis bisa dicegah.

 

Hitam-Putih Sejarah

 

Untuk tujuan yang sama, bahkan berbagai sejarah hitam yang pernah menodai perjalanan bangsa juga mesti ditulis. Termasuk misalnya perilaku culas elite politik, seperti praktik korupsi, juga harus dimasukkan ke dalam buku Sejarah Indonesia.

 

Karena ternyata, korupsi sudah menjangkiti elite pejabat sejak zaman penjajahan. Dia mengingatkan terkait pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan yang diinisiasi Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.

 

Rakyat yang mengerjakan proyek besar tersebut mestinya digajinya. Tapi mereka tidak mendapatkan haknya karena anggaran untuk upah tersebut dikorupsi oleh para bupati saat itu.

 

"Sampai hari ini kan masih terjadi (korupsi). Jadi masukkan saja (dalam buku sejarah) kasus-kasus korupsi para pejabat, masukkan juga perilaku-perilaku bobrok para pejabat. Itu juga kan sejarah. Jadi tidak hanya yang manis-manis saja ditulis. Hitam-putih sejarah harus dituliskan juga," tegasnya.

 

Bahkan Al-Quran pun Menuliskan Sejarah Fir'aun

 

Penulisan sejarah pahit ini bukan untuk mencari-cari kesalahan orang per orang. Tapi lagi-lagi agar menjadi pembelajaran sehingga berbagai perilaku yang tidak terpuji itu semakin dijauhi para pejabat dan rakyat Indonesia pada umumnya.

 

“Allah saja menceritakan (kisah raja zalim) Fir'aun dan kerakusan Qarun dalam Al-Qur'an. Jadi harus diceritakan juga sejarah-sejarah kelam masa lalu kalau mau menulis ulang sejarah,” demikian Hasby Yusuf.rajamedia

Komentar: