Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Kemenangan atau Sekadar Perayaan?

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Sabtu, 29 Maret 2025 | 04:00 WIB
Ilustrasi usai salat Ied di Perumahan Serpong Estate - Repro -
Ilustrasi usai salat Ied di Perumahan Serpong Estate - Repro -

RAJAMEDIA.CO - SEBULAN  penuh berpuasa. Menahan lapar, dahaga, dan amarah.
 

Sekarang? Saatnya merayakan kemenangan.
 

Tapi, menang dari apa?
 

Menang Itu Soal Hati
 

Banyak yang menganggap Idulfitri adalah soal baju baru. Soal meja makan penuh hidangan. Soal THR yang sudah ditransfer.
 

Tapi apakah itu tanda kemenangan?
 

Menang itu bukan soal perayaan.
 

Menang itu soal hati.
 

Jika setelah Ramadan kita masih mudah marah, masih sulit memaafkan, masih egois—apakah itu menang?
 

Umar bin Khattab pernah berkata:

"Orang yang paling kuat adalah yang mampu memaafkan meskipun ia mampu membalas."
 

Kalau masih ada dendam, masih ada kesombongan, berarti belum menang.
 

Fitri Itu Bukan Sekadar Kata
 

Idulfitri. Kembali suci.
 

Tapi benarkah kita kembali suci?
 

Atau sekadar mengganti kalender, lalu hidup berjalan seperti biasa?
 

Ramadan seharusnya mengubah sesuatu dalam diri kita.
 

Lebih sabar. Lebih rendah hati. Lebih peduli.
 

Tapi kalau setelah ini kita kembali ke kebiasaan lama, apa gunanya sebulan berpuasa?
 

Bagaimana dengan Pemimpin?
 

Di level pribadi, kita belajar menahan diri.
 

Menahan lapar. Menahan ego.
 

Seharusnya, pemimpin juga begitu.
 

Menahan diri dari kepentingan pribadi. Dari keserakahan.
 

Tapi apakah itu terjadi?
 

Atau justru, mereka semakin rakus setelah lebaran?
 

Bung Karno pernah berpesan:
 

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri."
 

Kita belum menang kalau rakyat masih sulit makan.
 

Kita belum menang kalau keadilan masih sekadar retorika.
 

Jangan Sampai Kembali ke Titik Nol
 

Ramadan telah mengajarkan banyak hal.
 

Tapi, apakah kita benar-benar belajar?
 

Atau begitu takbir selesai, semua kembali seperti biasa?
 

Jangan sampai kita kembali ke titik nol.
 

Kalau begitu, Ramadan hanya jadi jeda.
 

Bukan perubahan. Bukan kemenangan.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Ilustrasi gema takbir - Foto: Dok Kemenag -
Gema Takbir Berkumandang
Senin, 31 Maret 2025
Ilustrasi -
Besok Lebaran
Minggu, 30 Maret 2025
Ilustrasi -
Dzikir, Doa, dan Sibuk di Mal
Rabu, 26 Maret 2025