Eks Kepala PPATK Soroti Langkah Kejagung Sita Uang Triliunan Secara Fisik: Tidak Efisien!

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Hukrim - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyoroti langkah Kejaksaan Agung yang memamerkan triliunan rupiah uang pengganti kerugian negara dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya di lobi gedung Kejagung kemarin.
Di samping memamerkan tumpukan uang Rp 2 triliun dari total Rp 13,2 triliun sitaan, hal ini juga sekaligus menjadi penyerahan simbolis sitaan kasus korupsi CPO dari Kejagung ke negara.
Presiden Prabowo Subianto hadir secara langsung menyaksikan penyerahan uang sitaan tersebut dari Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Ketentuan Sudah Memberikan Solusi
Menurut Yunus Husein, penyitaan uang secara fisik dalam jumlah besar tidak mudah, dan tentu saja juga tidak efisien. Karena memakan waktu dan biaya serta keamanan kurang terjamin. Karena itu aturan perundang-undangan telah memberikan solusinya.
"Menurut ketentuan, kalau yang disita adalah rekening yang berisi uang, seharusnya rekeningnya saja yang disita dengan BAP dan dititipkan pada bank tempat uang tersebut berada," jelasnya seperti dikutip dari akun X-nya, @YunusHusein (Selasa, 21/20/2025).
Terkesan Saling Berlomba dengan Polri dan KPK
Dia pun menangkap kesan bahwa langkah Kejagung memamerkan uang sitaan yang menggunung hingga mencapai lebih-kurang 2,5 meter tersebut sebagai bentuk persaingan dengan penegak hukum lainnya yang juga melakukan hal yang sama sebelumnya.
"Tampaknya ada kesan Kejaksaan, Kepolisian & KPK bersaing untuk menunjukkan pretasinya. Bulan lalu Polda Metro Jaya memamerkan uang Rp20 miliar yang disita dari rekening dalam kasus pembobolan rekening nasabah bank. KPK juga pernah melakukannya pada operasi yang dilakukannya," tandasnya.
Rp4,4 Triliun Masih Dalam Proses
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, uang sitaan pengganti kerugian negara dalam korupsi ekspor CPO dan turunannya ini melibatkan tiga korporasi besar, yaitu Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Meski demikian, masih ada yang belum dibayarkan sebanyak Rp4,4 triliun lagi.
"Total kerugian perekonomian negara mencapai Rp17 triliun. Hari ini kami serahkan Rp13,255 triliun kepada negara, sementara sekitar Rp4,4 triliun masih akan dibayarkan melalui mekanisme penundaan dengan jaminan aset perusahaan," jelas Burhanuddin.
Daerah 5 hari yang lalu

Nasional | 2 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Daerah | 2 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Info Haji | 4 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Parlemen | 3 hari yang lalu