Apresiasi MK, Senator M. Nuh Sudah Lama Usulkan Pemisahan Pemilu Nasional-Daerah

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Polkam – Anggota DPD RI KH Muhammad Nuh menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai tahun 2029. Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025) kemarin ini sejalan dengan usulan yang disampaikannya sejak jauh-jauh hari.
Senator dari Sumatera Utara ini menilai pelaksanaan pemilu presiden-wakil presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) yang digelar serentak selama ini terkesan sangat dipaksakan. Terlebih pada Pemilu 2024, karena hanya berselang 11 bulan diusul dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.
"Kita kan NKRI ini sukanya memang rombongan. Untung saja belum diputuskan oleh MK pilkades (pemilihan kepala desa) juga bareng. Itu kan rumit juga," katanya sambil tertawa kecil saat dihubungi Raja Media Network (RMN) pagi ini, Senin (30/6/2025).
Kurangi Beban Pelaksanaan Pemilu
Dengan adanya keserantakan tersebut, pelaksanaan pemilu tampak menjadi pekerjaan besar, beban nasional, termasuk menguras energi para petugas di lapangan bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia karena kelelahan.
"Di beberapa negara yang (pemilu) nasional itu hanya pilpres, yang lain sesuai dengan daerah, kemudian (pelaksanaannya) bertahap. Setelah dua tahun (pemilu nasional) digelar pemilu per daerah. Artinya supaya mudah dan bisa terlokalisir," ungkap politikus yang juga pendidik cum agamawan ini.
Menurutnya, pengalaman Indonesia sebelumnya khususnya terkait pelaksanaan pilkada masih bisa terlokalisir. Yaitu ketika pilkada belum digelar secara bersamaan secara nasional. "Yang lalu pilkada itu kan tidak serentak seluruh Indonesia, artinya tidak terlalu heboh," katanya menekankan.
MK Diyakini Memiliki Pertimbangan Matang
Karena itulah dia mendukung MK yang mendesain ulang format pelaksanaan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan daerah. Dia yakin para hakim MK mempunyai pertimbangan yang mendalam, terlebih setelah menempuh waktu lebih lama dalam menguji UU Pemilu ke UUD 1945, termasuk mencermati realitas yang terjadi di lapangan.
"Kalau kita lihat data, Perludem mengajukan (uji materi UU Pemilu dan UU Pilkada) 1 September 2024. Tapi baru diputuskan 26 Juni 2025. Artinya cukup panjang masa pertimbangan, kajian yang dilakukan. Apalagi kita tahu di MK paling tidak (hakimnya) doktor di bidang hukum tata negara. Jadi mudah-mudahan pertimbangannya lebih matang," harapnya.
Dirinya mengharapkan demikian merujuk pengalaman selama ini, di mana putusan-putusan MK menurutnya relatif bagus sesuai dengan harapan masyarakat. Kecuali putusan kontroversial MK yang melonggarkan syarat usia calon presiden dan wakil presiden sehingga menjadi celah bagi Gibran Rakabuming Raka maju pada Pilpres 2024 lalu.
"Secara umum pertimbangan-pertimbangan MK itu relatif bagus. Cuma yang dikritisi oleh banyak pihak, masalah itu (putusan soal usia syarat capres-cawapres)," ungkapnya.
Pemilu Harus Lebih Berkualitas
Terkait putusan MK soal uji materi UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan oleh Perludem, dia mendorong DPR sebagai pembuat UU untuk segera meresponsnya. DPR harus segera merevisi UU Pemilu, UU Pilkada dan UU yang terkait dengan menyesuaikan terhadap putusan lembaga pengawal konstitusi tersebut.
"Ya harus (ditindaklanjuti). Karena (putusan) MK itu final dan mengikat," tegasnya.
Dengan adanya pemisahan pemilu nasional dan daerah yang akan dimulai pada 2029 mendatang, anggota Dewan Pertimbangan MUI Sumut ini berharap pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu menjadi lebih baik dan lebih berkualitas.
"Mudah-mudahan kehebohan dan money politic berkurang. Kita berharap terwujud pemilu yang substansial, yaitu pergantian atau penataan kepemimpinan pengelolaan negara dengan lebih baik," demikian KH Muhammad Nuh.
Alasan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Daerah
Sebagaimana diberitakan, berdasarkan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memisahkan pelaksanaan pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, dan presiden/wakil presiden (pemilu nasional) dengan pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota (pemilu daerah).
MK menetapkan pemungutan suara nasional (DPR, DPD, Presiden) tetap dilaksanakan serentak. Kemudian pemilu daerah (DPRD dan kepala daerah) digelar paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pelantikan nasional. Pelaksanan teknis detail menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Setidaknya ada empat alasan MK memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah ini. Yaitu untuk menghindari tenggelamnya isu dan kepentingan pembangunan daerah; pelemahan pelembagaan partai politik dan rekrutmen; beban kerja berat penyelenggara dan penurunan kualitas pemilu; dan kejenuhan dan hilangnya fokus pemilih.
Usulkan Pemisahan Pemilu sampai Gelar FGD
Sementara anggota DPD RI KH Muhammad Nuh sendiri, seperti diberitakan sebelumnya, pada pertengahan Maret 2024 atau sebulan setelah pelaksanaan Pemilu Nasional 2024 telah mengusulkan pemisahan pemilu nasional dan daerah, bahkan termasuk antara provinsi dan kabupaten/kota.
Saat itu dia mewacanakan pemilihan untuk institusi pusat atau nasional, seperti Presiden, DPR RI, dan DPD RI, digelar bersamaan, misalnya digelar pada tahun pertama.
Kemudian tahun kedua, khusus untuk pemilihan lembaga untuk level provinsi, yaitu Gubernur dan DPRD Provinsi. Sedangkan tahun ketiga, pemilihan untuk level kabupaten/kota, yaitu Bupati, Walikota, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Skema ini dia usulkan setelah mencermati pengalaman pemilu serentak, pileg dan pilpres, pada tahun 2019 dan 2024, yang membuat petugas KPPS bekerja sampai melebihi 24 jam. Beratnya beban kerja membuat tidak sedikit petugas KPPS yang meninggal dunia.
Alasan kedua, mengantisipasi akan banyaknya masa ‘kevakuman’ KPU dan Bawaslu mengingat pelaksanaan pemilu dan pilkada digelar pada tahun yang sama. Seperti tahun 2024, pemilu nasional pada Februari dan pilkada pada November.
Untuk mematangkan ide dan usulannya itu, anggota DPD RI dua periode ini sampai menggelar menggelar Focus Group Discussion (FGD) "Mengkaji Model Pemilu yang Tepat untuk Terwujudnya Pelaksanaan Pemilu yang Efektif, Jujur, dan Adil" pada 6 April 2024 dengan menghadirkan sejumlah pakar dan juga tokoh masyarakat.
Dunia | 3 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu
Hukum | 4 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu
Keamanan | 4 hari yang lalu
Daerah | 4 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Parlemen | 3 hari yang lalu