Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Sudding Minta Polda Jatim Bijaksana dalam Menangani Kasus Ponpes Al-Khoziny

Laporan: Zulhidayat Siregar
Selasa, 14 Oktober 2025 | 17:05 WIB
Anggota Hukum DPR Sarifuddin Sudding - Istimewa -
Anggota Hukum DPR Sarifuddin Sudding - Istimewa -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Pesantren - Polda Jawa Timur diminta bijaksana dalam menangani kasus ambruknya sebuah bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny Sidoarjo, yang menyebabkan 67 santri meninggal dunia. Di samping kepastian dan keadilan hukum, pihak penyidik juga diminta mempertimbangan aspek kearifan di kalangan pesantren.


Anggota Hukum DPR Sarifuddin Sudding menegaskan hal tersebut terkait langkah Polda Jatim mengusut kasus ambruknya bangunan Ponpes Al-Khoziny. Bahkan pihak penyidik telah menaikkan status hukumnya ke tahap penyidikan pada Selasa pekan lalu. Meskipun, belum menetapkan siapa tersangkanya.


Maklumi Penegak Hukum Turun Tangan


Politikus PAN ini sendiri memaklumi aparat penegak hukum langsung mulai mengusut begitu proses evakuasi terhadap para korban selesai dilakukan. Karena memang hukum positif di Indonesia mengatur ada ancaman pidana bagi seseorang yang karena kelalaian atau kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia.


Dengan pengusutan ini, akan dibuat terang siapa-siapa yang harus bertanggung jawab atas ambruknya bangunan tiga lantai yang sedang tahap pengeceoran akhir di bagian paling atas atau dek tersebut.


"Ketika misalnya ada korban, apalagi banyak jatuh korban jiwa, saya kira Kepolisian juga harus melihat apa yang menyebabkan sehingga para santri meninggal," jelasnya kepada Raja Media Network (RMN) Selasa (14/10/2025).


"Itu sudah jelas bangunan ambruk. Bagaimana konstruksinya? Layak atau tidak. Siapa yang melakukan pembangunan, apakah ada kontraktor yang terlibat, siapa pengawasnya, bagaimana proses perencanaan dan sebagainya," beber legislator berlatar belakang pengacara ini.


Kearifan dan Tradisi di Pesantren Harus Diperhatikan


Meski demikian, dia juga meminta penyidik untuk melihat bagaimana kearifan pembangunan di pesantren. Dengan segala keterbatasan yang kerap dihadapi, pembangunan pesantren biasanya tidak dilakukan dengan perencanaan dan persiapan yang matang, di samping juga acapkali tidak memperhatikan kaidah-kaidah konstruksi.


Bahkan sudah menjadi tradisi, sambungnya, santri biasanya dilibatkan, dengan berbagai alasan mulai dari pendidikan karakter hingga untuk mengharapkan berkah.


"Saya kira memang aparat penegak hukum melihat, di satu sisi harus ada kepastian, harus ada keadilan, dan kemanfaatan dalam konteks penegakan hukum. Tapi di sisi lain juga ada kearifan-kearifan di lingkungan pesantren, yang juga harus dipertimbangkan," demikian Sarifuddin Sudding.


Pihak Keluarga dan Pengamat Terbelah


Sebagaimana diketahui, sebelumnya para keluarga santri yang menjadi korban dalam ambruknya bangunan Pesantren Al-Khoziny ini juga terbelah dalam menyikapi aspek penegakan hukum. Ada yang mengikhlaskan, tapi ada juga yang menuntut proses hukum agar ada pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang diduga melanggar.


Silang pendapat juga terjadi di kalangan pakar dan pengamat. Ada yang mendesak penegakan hukum atas perkara tersebut harus dilakukan sesuai asas "equality before the law" meskipun tanpa ada laporan dari pihak korban. Karena kasus ini bukan delik aduan.


Namun tidak sedikit yang menyuarakan agar penanganan kasus itu dilakukan dengan pendekatan restorative justice, yaitu penyelesaian perkara pidana yang berfokus pada pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan hanya pada hukuman.


Penyidik Berhati-hati dalam Mengusutnya


Pihak penyidik Polda Jatim sendiri menggunakan empat pasal dalam mengusut kasus ambruknya bangunan Ponpes Al-Khoziny tersebut. Yaitu Pasal 359 KUHP yang mengatur tentang kealpaan yang mengakibatkan kematian orang lain serta Pasal 360 yang mengatur kealpaan mengakibatkan orang lain luka.


Dua pasal lagi terkait Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, khususnya Pasal 46 ayat 3 dan atau Pasal 47 ayat 2 yang mengatur hukuman pidana atau denda terhadap pemilik dan atau pengguna gedung yang melanggar undang-undang.


Meski demikian, pihak Polda mengaku tidak akan tergesa-gesa dalam menangani kasus tersebut. Di samping memastikan tetap sesuai prosedur, tapi pihaknya juga akan melakukan penyidikan secara hati-hati.


"Kami juga melihat tentunya, bilamana kami memanggil saksi ada dari keluarga korban yang sedang berduka, ini akan mengganggu proses keluarga, ada wali santri yang sedang berduka ya. Kami mohon sekali lagi pengertiannya," jelas Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast, Minggu (12/10).rajamedia

Komentar: