Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Komisi IV DPR Soroti Rendahnya Penegakan Hukum Kehutanan, Slamet Usul Bentuk Panja Khusus!

Laporan: Halim Dzul
Jumat, 05 Desember 2025 | 13:17 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet - Humas DPR -
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet - Humas DPR -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Legislator - Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyoroti rendahnya tingkat penegakan hukum oleh Kementerian Kehutanan dalam menangani kasus-kasus kehutanan di daerah. 
 

Kritik pedas ini disampaikan langsung dalam Rapat Kerja Komisi IV dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (4/12/2025), yang membahas keterkaitan kerusakan hutan dengan bencana banjir dan longsor.

"Penegakan hukum di Kementerian Kehutanan masih rendah. Catatan saya di Aceh itu hanya satu yang P21. Di Sumut hanya empat, dan di Sumbar juga hanya satu dari sekian kasus. Kalau salah mohon dikoreksi," tegas Slamet dalam rapat yang berlangsung tegang.
 

Pertanyakan Hambatan: Ada 'Benteng Terlalu Kuat' yang Menghalangi?

Politisi Fraksi PKS ini tak hanya menyoroti angka, tetapi juga mempertanyakan hambatan di balik rendahnya penegakan hukum. Ia menduga ada pihak-pihak berpengaruh yang mungkin menghalangi proses penyidikan kasus kehutanan.

"Mohon disampaikan, kalau ada kendala apa? Apakah yang ditabrak ini benteng terlalu kuat, bintangnya tidak terhitung, atau bagaimana? Komisi IV secara politik siap memberikan dorongan agar masalah ini tidak dijawab dengan narasi, tetapi aksi nyata," tantang Slamet.

Pertanyaan ini menyiratkan adanya dugaan intervensi atau kesulitan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku perusakan hutan yang memiliki kekuatan politik atau ekonomi.

Soroti UU Cipta Kerja Sebagai Pemicu Pelepasan Kawasan Hutan


Slamet juga mengkritisi kerusakan hutan skala luas yang menurutnya dipicu oleh kemudahan pelepasan kawasan hutan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Ia menyoroti dua poin krusial: penghapusan aturan tutupan hutan minimal 30 persen dan tidak dilibatkannya DPR dalam mekanisme pelepasan.

"Salah satu hal yang membuat ruang terjadinya kemudahan pelepasan kawasan hutan adalah tidak melibatkan DPR. Tutupan 30 persen dihapus, ini menjadi permasalahan. Ada juga istilah keterlanjuran, sehingga hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian kita semua," paparnya.

Kritik ini mengarah pada kebutuhan evaluasi mendalam terhadap kebijakan kehutanan yang dianggap memberikan kewenangan berlebihan kepada eksekutif tanpa pengawasan legislatif yang memadai.

Usul Bentuk Panja Khusus untuk Awasi Pelepasan Kawasan Hutan
 

Sebagai solusi konkret, Slamet mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Pelepasan Kawasan Hutan di bawah Komisi IV DPR. Panja ini bertugas menelusuri proses pelepasan kawasan hutan yang diduga menjadi akar kerusakan ekologi.

"Usul pimpinan, nampaknya kita harus membentuk panja pelepasan kawasan hutan. Dengan panja, kita bisa merunut ke belakang. Kerusakan hutan hari ini tidak terjadi dalam 1–2 tahun, tetapi punya sejarah panjang," jelas Slamet.

Ia menegaskan bahwa pembentukan Panja bukan hanya untuk pengawasan, tetapi juga sebagai bentuk "taubat ekologi" DPR melalui langkah nyata mengawal kebijakan yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Usulan ini mendapat perhatian serius dalam rapat, menandai potensi eskalasi pengawasan DPR terhadap kebijakan kehutanan nasional di tengah tekanan publik pasca-bencana ekologis.rajamedia

Komentar: