Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Setelah Ramadan, Kita Jadi Apa?

Serie - 18

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Senin, 17 Maret 2025 | 04:01 WIB
Dede Zaki Mubarok -
Dede Zaki Mubarok -

RAJAMEDIA.CO - SAMA seperti tahun-tahun sebelumnya.
 

Masjid penuh. Takjil melimpah. Sedekah di mana-mana. Orang-orang berebut pahala.
 

Tapi juga sama seperti tahun-tahun sebelumnya…
 

Begitu takbir berkumandang, suasana berubah. Masjid kembali sepi. Al-Qur’an kembali berdebu. Amal-amal yang rajin dilakukan selama sebulan, perlahan-lahan ditinggalkan.
 

Lalu Ramadan ini mengubah kita jadi apa?
 

Latihan Sebulan, Hasilnya Seumur Hidup
 

Ramadan adalah bulan latihan. Seperti petinju sebelum naik ring. Seperti atlet sebelum kompetisi besar.
 

Puasa melatih kita untuk sabar. Untuk menahan hawa nafsu. Untuk bisa berkata cukup di hadapan makanan, minuman, dan kesenangan dunia.
 

Masalahnya, apakah setelah latihan ini, kita benar-benar siap bertanding?
 

Atau justru kembali ke kebiasaan lama?
 

Masih malas shalat setelah Ramadan? Berarti latihannya gagal.
 

Masih suka menyakiti orang lain? Berarti puasanya belum berdampak.
 

Masih korupsi? Masih menindas rakyat kecil? Berarti Ramadannya hanya jadi seremoni.
 

Takwa: Produk Ramadan yang Paling Mahal
 

Orang sukses di Ramadan bukan yang paling banyak puasa sunah. Bukan yang paling rajin khatam Al-Qur’an. Bukan yang sedekahnya miliaran.
 

Tapi yang setelah Ramadan tetap menjaga amalnya. Tetap shalat di masjid. Tetap jujur dalam bekerja. Tetap peduli pada sesama.
 

Allah sudah kasih bocoran sejak awal:
 

"Puasa diwajibkan kepadamu, agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
 

Jadi, kalau setelah Ramadan kita tetap sama seperti sebelumnya—tetap malas, tetap egois, tetap serakah—berarti kita belum benar-benar berhasil.
 

Umar bin Khattab pernah berkata:
 

"Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab."
 

Jangan sampai Ramadan berlalu, kita masih di titik yang sama.
 

Jangan sampai kita terus mengeluh tentang negeri ini, tapi tidak mulai dari diri sendiri.
 

Jangan sampai Ramadan hanya jadi ritual tahunan, tanpa perubahan nyata.
 

Karena Ramadan bukan sekadar soal berapa kali kita tarawih.
 

Tapi seberapa jauh kita berubah setelahnya.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA