Saat Prabowo Mengetuk Pintu Megawati

RAJAMEDIA.CO - SAYA tidak tahu, apa yang membuat Prabowo akhirnya mengetuk pintu itu.
Pintu yang selama ini tertutup rapat. Bukan karena terkunci, tapi karena segan.
Senin malam, 7 April 2025.
Presiden Prabowo Subianto datang ke Teuku Umar. Rumah Megawati Soekarnoputri.
Bukan untuk berkoalisi. Bukan juga untuk berdebat.
Katanya, hanya silaturahmi Lebaran.
Tapi dalam politik, tidak ada yang “hanya”.
Teh, Bukan Kontrak Politik
Yang disuguhkan mungkin teh.
Tapi yang dibicarakan bisa jadi: arah republik.
Tidak ada siaran langsung. Tidak ada live YouTube. Tidak ada bocoran dokumen.
Yang ada hanya satu foto.
Tertawa. Duduk berdekatan. Lengkap dengan gaya khas Prabowo: santai tapi waspada.
Sufmi Dasco, orang dekat Prabowo, menyebut pertemuan itu “hangat dan kekeluargaan.”
Hangat—karena tidak saling sindir. Kekeluargaan—karena pernah “berkeluarga” juga dalam sejarah politik lama.
Dulu Musuh, Kini Teh Manis
Saya masih ingat saat Prabowo dan PDIP berseberangan keras.
Apalagi di 2014.
Apalagi di 2019.
Waktu-waktu penuh luka dan retorika.
Tapi politik Indonesia memang unik. Tidak mengenal dendam yang kekal.
Kalau mau dendam, seharusnya tak ada pertemuan malam itu.
Kalau mau damai, mungkin ini titik awalnya.
“Silaturahmi ini bisa menjadi contoh bahwa beda pilihan tak harus putus komunikasi,” kata Ahmad Basarah dari PDIP.
Benar juga.
Duduk, Bukan Teriak
Kadang kita lupa: politik bukan hanya soal siapa yang menang. Tapi juga siapa yang mau duduk.
Duduk untuk mendengar. Bukan menuding.
Duduk untuk menyapa. Bukan memaki.
Duduk untuk membuka ruang. Bukan mempersempit.
Dan malam itu, Prabowo duduk. Megawati membuka ruang.
Tidak ada koalisi diumumkan. Tidak ada kesepakatan dibacakan.
Tapi mungkin, justru karena tidak ada itu semua, pertemuan ini penting.
Titik atau Koma?
Apakah ini tanda PDIP akan merapat?
Atau justru tanda Megawati sedang menjaga jarak, tapi dengan cara halus?
Saya tidak tahu.
Tapi saya percaya, politik tidak harus kaku. Apalagi di negeri yang penuh basa-basi ini.
Kadang, keputusan besar tidak dimulai dari meja negosiasi.
Tapi dari secangkir teh, di ruang tamu yang sudah lama tak dikunjungi.
Dan malam itu, Teuku Umar dikunjungi lagi.
Pintunya diketuk.
Dan dibuka.
Opini | 3 hari yang lalu
Nasional | 4 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu
Ekbis | 5 hari yang lalu
Ekbis | 3 hari yang lalu
Ekbis | 4 hari yang lalu
Olahraga | 4 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu