Pejabat, TNI/Polri Tidak Netral Bisa Dipidana! Komisi II DPR RI Setuju Putusan MK
RAJAMEDIA.CO - Polhukam, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru Nomor 136/PUU-XXII/2024 tentang pejabat, TNI dan Polri dapat dipidana jika melanggar ketentuan netralitas dalam Undang-Undang Pilkada
Dengan adanya putusan itu, kata Arse, penyelenggaraan pemilu bisa dilakukan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil.
"Saya setuju dengan putusan MK, karena ke depan itu kita semua pihak, tidak hanya peserta, tidak hanya pemilih, tidak hanya penyelenggara, tapi semua pihak itu ingin memastikan pemilu-pemilukan benar-benar luberjurdil. Putusan MK itu upaya untuk menuju ke sana, dari sekian upaya yang selama ini sudah dikerjakan, diputuskan oleh MK," ujar Zulfikar, Jumat (15/11).
Menurut, Zulfikar, putusan MK itu mempertegas bahwa penyelenggara negara, aparat negara, serta aparat pemerintah, baik pusat dan daerah, tidak boleh ikut campur dalam kontestasi pemilihan yang bertujuan mengarahkan suara pemilih.
"Kita perlu dukung, biarlah yang berkontestasi itu paslon, tim. Semua penyelenggara negara, aparat negara, aparat pemerintah memberikan dukungan tapi tidak usah ikut campur dalam kontestasi itu, apalagi ikut menjadi pihak yang mengarahkan suara, mencarikan suara.," ungkapnya.
"Biarlah pemilih yang menutuskan siapa calon-calon kepala daerah yang menurut mereka memang sanggup untuk membawa daerah masing-masing menjadi lebih baik," lanjutnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan mengenai kepastian sanksi pelanggaran netralitas pejabat negara, pejabat daerah dan TNI/Polri dalam Pilkada.
MK memutuskan pejabat daerah dan TNI/Polri dapat disanksi pidana jika melanggar netralitas.
Keputusan itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Syukur Destieli Gulo dengan menambahkan pejabat daerah, anggota TNI dan Polri sebagai subjek hukum baru.
“Mengadili: dalam pokok permohonan: mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dikutip Jumat (15/11).
MK menilai norma Pasal 188 UU 1/2015 telah melanggar prinsip negara hukum dan jaminan terhadap hak kepastian hukum yang adil sehingga bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon.
Atas dasar itu, MK menyatakan ketentuan norma Pasal 188 UU 1/2015 tentang Penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, Anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain atau lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00’.
“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” ucap Suhartoyo.
MK memandang penting untuk menambahkan frasa ‘pejabat daerah’ dan frasa ‘anggota TNI-Polri’ dalam Pasal 188 UU 1/2015 agar sesuai dengan prinsip negara hukum dan menciptakan kepastian hukum yang adil sebagaimana norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Politik | 5 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Opini | 4 hari yang lalu
Nasional | 4 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu