Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

KPK Sebut Gubernur Riau Diduga Minta "Jatah Preman" Proyek Jalan Rp7 Miliar

Laporan: Firman
Rabu, 05 November 2025 | 20:13 WIB
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025). -
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025). -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Hukrim – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan dugaan praktik korupsi yang melibatkan Gubernur Riau AW. Modusnya: permintaan “jatah preman” dari proyek pembangunan jalan dan jembatan. Angkanya bukan main – diduga mencapai Rp7 miliar.
 

Modus Dimulai dari Kenaikan Anggaran 147 Persen
 

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengungkap skema ini bermula pada Mei 2025. Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau berinisial FY mengumpulkan enam Kepala UPT Wilayah I–VI.
 

Pertemuan itu membahas besaran fee yang harus disetor untuk Gubernur Riau AW. Fee ini dikaitkan dengan penambahan anggaran 2025 untuk program jalan dan jembatan, yang melonjak drastis 147 persen — dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
 

“Fee itu atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan ke UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI,” ujar Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025).
 

Awalnya 2,5 Persen — Lalu Dipaksa Jadi 5 Persen
 

FY kemudian melaporkan proposal fee 2,5 persen tersebut kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, MAS.
 

Namun, MAS yang dianggap sebagai representasi Gubernur, justru menaikkan permintaan menjadi 5 persen, atau setara Rp7 miliar.
 

“MAS meminta fee 5 persen. Agar disetujui, ancaman mutasi hingga pencopotan pun dilontarkan,” kata Johanis.
 

Keputusan angka Rp7 miliar akhirnya disepakati dalam pertemuan lanjutan bersama seluruh Kepala UPT. Dan agar tidak vulgar, angka itu dikodekan sebagai “7 batang”.
 

10 Orang Terjaring, 1 di Antaranya Menyerahkan Diri
 

Sebelumnya Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menegaskan, dari total 10 orang yang kini diperiksa intensif, 9 diamankan langsung di lokasi operasi. Sementara 1 orang lainnya menyerahkan diri ke Gedung KPK setelah mengetahui adanya OTT.
 

“Satu pihak lain datang dan menyerahkan diri untuk diperiksa,” ujar Budi, Selasa (4/11/2025).

Operasi ini membuka kembali persepsi lama, bahwa ekosistem rente politik daerah belum benar-benar hilang. Anggaran publik kembali diperlakukan sebagai ruang negosiasi — bukan mandat pelayanan.rajamedia

Komentar: