DPR Akan Panggil KPU Soal Aturan Penguncian Dokumen Ijazah Capres-Cawapres

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Parlemen - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menyatakan akan mempertanyakan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menetapkan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan.
Keputusan ini tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025.
Dede menegaskan bahwa data pejabat publik, termasuk calon presiden dan wakil presiden, harus bersifat transparan dan dapat diakses oleh publik. Ia berencana menanyakan langsung alasannya kepada KPU.
Data Pejabat Publik Harus Transparan
“Nanti akan kami tanyakan ke KPU. Karena sebetulnya data pejabat publik itu adalah data yang harus transparan. Jadi setiap calon-calon pejabat publik, baik itu DPR, Menteri, Presiden, dan Wakil Presiden, saya pikir itu adalah sebuah data yang harus bisa dilihat oleh semua orang,” ungkap Dede sebelum memasuki ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Politisi Fraksi Partai Demokrat ini memberikan analogi sederhana tentang pentingnya transparansi data, terutama untuk posisi strategis seperti pemimpin negara.
Bandingkan dengan CV Pelamar Kerja
“Kalau yang lainnya boleh, rekening, terus kemudian ijazah, riwayat hidup saya pikir nggak masalah ya dibuka ke publik. Karena orang melamar pekerjaan aja kan pakai CV, apalagi ini mau melamar jadi pemimpin,” ujarnya.
Dede menegaskan bahwa jika seseorang yang melamar pekerjaan biasa saja harus menyertakan curriculum vitae (CV) lengkap dengan ijazah, maka calon pemimpin negara sudah seharusnya lebih terbuka lagi.
16 Dokumen Dikecualikan, Termasuk Ijazah dan KTP
Diketahui, keputusan KPU tersebut menetapkan 16 dokumen yang tidak dapat dibuka untuk publik tanpa persetujuan, berkaitan dengan syarat menjadi capres dan cawapres. Dokumen-dokumen yang dikecualikan tersebut antara lain:
1. Dokumen ijazah
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik
3. Foto akta kelahiran Warga Negara Indonesia (WNI)
Keputusan ini dinilai bertolak belakang dengan prinsip transparansi dalam proses pemilihan umum, terutama untuk posisi yang akan menentukan arah negara ke depan. Komisi II DPR RI berencana memanggil KPU untuk meminta penjelasan terkait dasar hukum dan pertimbangan di balik keputusan ini.
Politik 3 hari yang lalu

Politik | 3 hari yang lalu
Nasional | 3 hari yang lalu
Pendidikan | 4 hari yang lalu
Dunia | 3 hari yang lalu
Parlemen | 3 hari yang lalu
Nasional | 4 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Opini | 6 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu