Alasan Komdigi Judol Sulit Diberantas karena Peminat Tinggi Dipertanyakan

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Judol - Pengamat pendidikan Darmaningtyas mempertanyakan alasan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang mengaku sulit memberantas situs judi online (judol) karena tingginya peminat dari masyarakat.
Dia mengingatkan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) yang berbau judi pada masa Orde Baru juga ramai peminat. Tapi bisa ditutup. Bahkan menurutnya, menutup judol mestinya lebih mudah bagi Komdigi. Apalagi sudah dibuktikan dengan berhasil memblokir situs porno.
"SDSB dulu peminatnya juga ratusan juta, tapi keputusan politiknya SDSB ditutup tahun 1993 dan bisa. Nutup judol lebih mudah kalau Komdigi mau bekerja keras. Buktinya situs porno bisa ditutup, masak yang ada aliran uangnya tidak bisa ditutup?" jelasnya melalui akun X-nya @Darmaningtyas Sabtu (20/9/2025).
Komdigi: Masalah Judol Tak Bisa Dilihat hanya dari Sisi Teknologi
Sebelumnya, Rabu (17/9/2025), pihak Komdigi memang menyampaikan salah satu tantangan pemberantasan judol yakni tingginya peminat di Indonesia. Hal ini membuat situs maupun aplikasi judi online terus bermunculan, meski berulang kali diblokir.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menjelaskan prinsip perkembangan situs judol itu sejalan dengan permintaan dari masyarakat. "Ibaratnya ada kebutuhan dan ada yang memenuhi kebutuhan itu. Dan itu terus berkembang," katanya, seperti dikutip dari katadata.co.id.
Menurut dia, masalah judol tidak bisa dipandang hanya dari sisi teknologi, tetapi juga terkait prosedur hukum dan masyarakat sebagai pengguna.
"Teknologinya berkembang terus, prosedur sudah ditetapkan lewat aturan hukum. Tetapi sekali lagi, prosedur itu selalu tertinggal dari perkembangan teknologi. Nah, faktor ketiga adalah masyarakat kita sendiri,” kata dia.
Berhasil Tutup Dua Juta Lebih Konten Judol dalam Setahun
Komdigi mencatat, sejak 20 Oktober 2024 hingga 16 September 2025, ada total 2.179.223 konten judi online yang berhasil ditangani. Dari jumlah itu rinciannya sebagai berikut:
- 1.932.131 berasal dari situs atau alamat IP,
- 97.779 dari layanan file sharing,
- 94.004 dari platform Meta,
- 35.092 dari Google,
- 1.742 dari Telegram,
- 1.417 dari X, dan
- 1.001 dari TikTok.
- 14 konten di Line dan 3 di App Store.
"Jika dianalogikan, jumlah ini setara 20 kali lipat kapasitas Stadion Gelora Bung Karno. Data ini menunjukkan besarnya ancaman yang dihadapi Indonesia dari maraknya konten ilegal," kata Alexander.
Kini Komdigi Andalkan SAMAN
Untuk mempercepat penanganan konten negatif, Alexander mengatakan Komdigi kini mengandalkan Sistem Analitik dan Monitoring (SAMAN). Sistem ini dirancang untuk menindaklanjuti laporan konten negatif secara lebih terintegrasi dengan platform.
"Platform user-generated content terkoneksi ke sistem SAMAN. Ketika kami menemukan konten negatif, sistem otomatis mengirimkan surat pemberitahuan ke platform untuk diproses takedown. Untuk konten prioritas seperti judi online dan pornografi anak, tenggat waktunya 1x4 jam. Untuk konten lainnya, maksimal 1x24 jam,” jelas Alexander.
Sejak mulai diuji coba pada 1 Februari 2025 hingga 17 September 2025, SAMAN telah menyelesaikan 487 URL, terdiri dari 344 terkait perjudian, 132 pornografi, dan 11 pornografi anak.
Masyarakat Harus Aktif Melaporkan
Selain situs dan aplikasi, komentar terkait judol yang tersebar di media sosial juga menjadi masalah tersendiri. Komdigi mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan temuan tersebut.
"Kami menggalang kerja sama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk aparat penegak hukum dan penyelenggara sistem elektronik. Tetapi kami juga mendorong masyarakat, kalau menemukan konten atau komentar terkait judi online di media sosial, tolong dilaporkan kepada kami," tandasnya.
Keamanan | 5 hari yang lalu
Opini | 5 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
Politik | 3 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Ekbis | 4 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu