Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

21 Ribu Konten Radikal Disikat Negara, Ruang Digital Jadi Medan Baru Terorisme

Laporan: Firman
Rabu, 31 Desember 2025 | 07:34 WIB
Kepala BNPT Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono - Foto: Dok BNPT -
Kepala BNPT Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono - Foto: Dok BNPT -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Polkam – Ruang digital Indonesia kian menjadi medan pertempuran baru melawan paham ekstrem. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat 21.199 konten bermuatan intoleransi, radikalisme, dan terorisme beredar sepanjang 2025 dan telah menjadi sasaran penindakan lintas lembaga negara.
 

Temuan tersebut menegaskan bahwa ancaman terorisme tak lagi bergerak di ruang fisik semata, melainkan masif menyusup melalui media sosial dan platform digital.
 

21 Ribu Konten Radikal Disisir Satgas Kontraradikalisasi
 

Kepala BNPT Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono mengungkapkan, ribuan konten bermuatan ekstrem itu terdeteksi melalui kerja Satgas Kontraradikalisasi yang melibatkan BNPT, BAIS TNI, BIN, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
 

“Terhadap konten-konten tersebut, Satgas Kontraradikalisasi telah melakukan upaya pemutusan akses melalui Komdigi,” kata Eddy dalam Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia 2025, di Jakarta, Selasa (30/12/2025).
 

Meta Paling Banyak, TikTok dan X Menyusul
 

BNPT merinci, mayoritas konten radikalisme dan terorisme ditemukan di platform Meta, yakni Facebook dan Instagram, dengan jumlah mencapai 14.314 konten.
 

Sementara itu, TikTok tercatat memuat 1.367 konten, dan platform X sebanyak 1.220 konten. Angka tersebut menunjukkan penyebaran paham ekstrem masih masif di platform arus utama yang digunakan masyarakat luas.
 

137 Pelaku Manfaatkan Ruang Siber
 

Tak hanya konten, BNPT juga mencatat adanya 137 pelaku aktif yang memanfaatkan ruang digital untuk aktivitas terorisme sepanjang 2025.
 

Sebanyak 32 pelaku terpapar secara daring dan bergabung dengan jaringan terorisme, sedangkan 17 pelaku melakukan aktivitas terorisme digital tanpa keterlibatan langsung dengan jaringan tertentu.
 

Fenomena ini dikenal sebagai self-radicalization, yakni proses radikalisasi yang terjadi akibat paparan konten ekstrem di media sosial.
 

“Ini menunjukkan risiko penyalahgunaan ruang digital semakin berkembang, baik oleh jaringan terorisme maupun simpatisannya,” tegas Eddy.
 

Komdigi Siap Takedown Konten Radikal
 

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital menegaskan kesiapan menindak tegas konten bermuatan radikalisme di ruang digital, baik berdasarkan laporan masyarakat maupun hasil koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
 

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, mengatakan pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan BNPT untuk memperkuat pengawasan.
 

“Kami akan awasi penyebaran konten radikalisme. Mekanismenya melalui pemantauan internal, aduan masyarakat, maupun laporan dari kementerian dan lembaga,” ujarnya.
 

Pemutusan Akses Jadi Langkah Tegas
 

Alexander menegaskan, setiap konten yang terindikasi radikal akan segera diproses untuk penurunan konten (take down) atau pemutusan akses terhadap platform yang memuatnya.
 

“Jika BNPT menemukan konten radikalisme, akan diserahkan ke kami. Selanjutnya kami proses, apakah dilakukan take down atau pemutusan akses,” jelasnya.
 

Upaya terpadu ini menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak memberi ruang bagi penyebaran paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme, khususnya di ranah digital yang kini menjadi medan baru ideologi ekstrem.rajamedia

Komentar: