Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Remaja Kota Dan Konten

Oleh: Dr. Tantan Hermansah
Sabtu, 18 Juni 2022 | 20:59 WIB
Dr. Tantan Hermansah/Net
Dr. Tantan Hermansah/Net

Raja Media (RM) - Media sosial bagaimanapun telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat. Termasuk di antaranya adalah mereka yang tergolong remaja.

Beberapa waktu lalu, di media tersebar berita mengenai remaja yang mengalami kecelakaan karena upayanya menghadang sebuah truk yang sedang melaju kencang, gagal.

Tindakan itu sendiri dilakukannya demi sebuah konten yang akan diunggahnya di media sosial.

Pertanyaannya, bagaimana ilmu sosial membaca fenomena tersebut?

Jika kita telusuri, secara psikologis remaja adalah mereka yang ada dalam fase transisi dari anak-anak menuju pemuda. Usia di mana mereka antara masih dimomong oleh orang tua, di satu sisi, tetapi juga sudah ingin merasa bebas dan terlepas dari pendampingan orang tua itu, di sisi lain.

Akan tetapi disisi lainnya, mereka ini masih tanggung karena belum tergolong kepada usia pemuda.

Ke”tanggung”an ini menyebabkan banyak remaja mengalami krisis sosial yang demikian mengganggu kehidupan mereka sendiri.

Para remaja adalah pribadi-pribadi yang masih tanggung untuk memiliki tanggung jawab besar pada dirinya.

Karena secara realitas masih tergantung pada unit sosial yang bernama keluarga, tetapi di sisi lain di luar entitas keluarganya mereka menghadapi persoalan eksistensial, yang kemudian mendorong mereka untuk mengeksekusi beberapa tindakan tanpa melihat atau mempertimbangkan risiko yang akan dialami oleh mereka.

Salah satu yang keadaan yang menekan mereka untuk mendapatkan perhatian dan eksistensi di tengah lingkungan sosial pergaulan mereka adalah media sosial.

Banyak remaja kemudian terinspirasi atau tergoda untuk membuat konten-konten agar media sosialnya mendapatkan perhatian dari masyarakat, minimal entitas masyarakat yang usianya sama dengan mereka.

Salah satu di antara sekian konten yang kemudian selalu mendapatkan perhatian adalah ketika konten itu berisikan hal-hal yang memacu adrenalin atau bisa menimbulkan decak kagum karena hanya bisa dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki keberanian tertentu.

Para remaja yang kemudian memiliki adrenalin tinggi akhirnya membuat konten-konten yang kita sebut sebagai konten ekstrem. Disebut demikian karena konten tersebut selain hanya bisa dilakukan oleh mereka-mereka yang memiliki “keberanian di atas rata-rata”, sehingga hanya sedikit remaja yang berani melakukannya.

Di antara tindakan yang sekarang menjadi perhatian adalah konten media sosial yang dibuat mereka itu ketika mengambil tindakan yang sangat ekstrem dan berisiko tinggi.

Ada di antara mereka dan akhirnya kurang beruntung dan menyebabkan kematian.

Sebenarnya jika ditelisik lebih jauh, kecelakaan yang dialami itu disebabkan kurang atau tidak tepatnya perhitungan dan analis risiko atas tindakannya itu.

Contoh terbaru adalah ketika seorang remaja yang nekat melakukan aksi untuk menghentikan sebuah truk dengan cara menjatuhkan diri di dekatnya atau di hadapannya.
 
Seperti yang beredar pada berbagai media, kita mengetahui bahwa kemudian ada anak yang akhirnya meninggal karena proses menghadang laju kendaraan itu tidak tepat perhitungan sehingga dirinya terlindas.

Kemudian diketahui bahwa motif utama sang remaja melakukan tindakan tersebut untuk membuat konten bagi media sosialnya.

Refleksi Kritis

Tentu saja kita harus prihatin dengan tindakan tersebut. Namun dibalik peristiwa tersebut tentu kita juga harus melakukan refleksi.

Mengapa masih ada saja tindakan yang berisiko tinggi itu dibuat oleh para remaja kita.

Ada beberapa perspektif untuk menganalisis fenomena remaja yang kemudian karena demi konten akhirnya berbuah kematian tersebut.

Pertama, media sosial yang demikian kuat memberikan pengaruh kepada anak-anak usia remaja yang masih dangkal dalam memahami risiko dari sebuah tindakan, sehingga demi konten mereka tidak cermat memperhatikan aspek keselamatan dirinya.

Sehingga ketika perhitungan-perhitungan itu meleset,  maka mereka kemudian menuai hal negatif dari tindakan tersebut, seperti kecelakaan yang menghilangkan nyawa. Tentu saja analisis ini bukan untuk menyalahkan siapa-siapa. Tetapi peristiwa itu harus menjadi tamparan bagi kita semua bahwa remaja-remaja ini memerlukan edukasi yang lebih dalam memanfaatkan dan menggunakan media sosial.

Edukasi ini diperlukan terutama ketika mereka berproduksi dalam membuat konten, bukan hanya sekedar kreatif secara desain, tetapi juga secara proses dan pesan.  

Kedua, fenomena ini juga memberikan informasi kepada kita bahwa saat ini terjadi mis-edukasi bermedia sosial terutama bagi remaja dan mungkin anak-anak.

Maka sudah waktunya kita semua duduk bareng memikirkan edukasi bermedia sosial bagi anak-anak dan remaja. Bahkan hal ini harus masuk dan menjadi bagian dari silabus atau kurikulum di sekolah, maupun non-sekolah, sehingga anak-anak kita tersebut bisa memahami bisa memahami dengan baik, bagaimana cara bermedia sosial, cara membuat konten yang kreatif baik dan tidak mengundang risiko yang tidak perlu.

Harus disampaikan dan dipahami oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari konten kreatif tidak harus berarti dia bermuatan tindakan-tindakan ekstrem penuh adrenaline, tetapi juga bisa dilakukan dengan membangun dan membuat hal-hal yang detail, cermat, cantik dan tentu saja menginspirasi.  

Ketiga, secara psikologis dan filosofis bahwa tindakan para remaja yang sedang mencari eksistensi diri ini tentu perlu diberikan penjelasan lebih detail.

Di mana upaya-upaya mencari jati diri pun harus dibarengi oleh semangat dan kreativitas yang tentu tidak perlu menimbulkan risiko kematian.

Sebab jalan bagi mereka masih panjang ketimbang mereka mengorbankan nyawa demi hal-hal yang sifatnya jangka pendek, seperti dikenal sesaat karena viral, lebih baik mereka diberikan wawasan untuk membangun sejarah kehidupan mereka jauh lebih bermakna dan lebih berarti, dan akhirnya mereka bisa menuai keuntungan yang baik dan manfaat yang berjangka panjang.

Pendidikan Bermedia Sosial

Di sisi lain, tentu sebenarnya kita bahagia dengan adanya semangat kreatif dari para remaja ini. Sebab, sebagai bagian dari masa depan sebuah bangsa, kreativitas yang ada dalam idealita mereka ini adalah masa depan itu sendiri.

Maka dari itu, pembimbingan, pendampingan secara kritis, kreatif, komunikatif dan futuristik perlu dilakukan. Sedangkan sistem yang paling berpotensi memiliki pengaruh besar kepada mereka adalah melalui pendidikan.

Pendidikan bermedia sosial bukan hanya melulu memberikan pemahaman mengenai adanya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) saja. Namun lebih mendalam dari itu adalah bahwa kehidupan saat ini memiliki dua kamar yang berbeda namun memiliki nilai-nilai yang sama.

Meski seseorang bisa menjadi apa atau siapa saja di dunia maya, namun sistem etika dan hal-hal lain yang umumnya berlaku di kehidupan nyata, tetap berlaku dan harus menjadi panduan kehidupan.

Dengan memberikan pemahaman, pengertian dan praktik yang baik dan benar, kita berharap bahwa kreativitas para remaja kita terwadahi dengan baik dan akhirnya bisa dinikmati publik tanpa kawatir. Semoga.

Pengajar Sosiologi Perkotaan, Pengurus IKALUIN Jakarta; Ketua Prodi S2 KPIrajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA