Kementerian ATR Didesak DPR Tuntaskan Sertifikat Bermasalah dan Konflik Agraria
RAJAMEDIA.CO - Parlemen, Jakarta - Komisi II DPR RI meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera menyelesaikan permasalahan sertifikat tanah serta konflik agraria yang masih terjadi di berbagai wilayah.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang menghasilkan tujuh butir kesimpulan penting.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengapresiasi capaian kinerja dan realisasi anggaran Kementerian ATR/BPN tahun 2024 yang mencapai Rp7,861 triliun atau 99,04% dari total alokasi Rp7,937 triliun.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda -
"Komisi II DPR RI memberikan apresiasi kepada Kementerian ATR/BPN atas capaian kinerja dan realisasi anggaran tahun 2024," ujar Rifqinizamy saat memimpin Raker di ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Penyelesaian HGU dan Audit Sertifikat di Laut
Dalam Raker tersebut, Komisi II DPR RI mendesak Kementerian ATR/BPN untuk segera menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) terhadap 150 badan hukum yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan mengurus HGU paling lambat 3 Desember 2025. Selain itu, 194 badan hukum yang memiliki IUP tetapi belum mengurus HGU diminta untuk segera ditindak tegas melalui Satgas Kelapa Sawit guna mencegah potensi permasalahan hukum.
Komisi II juga menyoroti penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area laut. DPR meminta Kementerian ATR/BPN untuk melakukan audit investigasi secara terbuka serta mencabut sertifikat yang bertentangan dengan hukum.
"Komisi II DPR RI meminta agar seluruh pihak terkait dalam penerbitan sertifikat ilegal di ruang laut ditindak tegas dan diproses secara hukum," tegas Rifqinizamy.
Pendaftaran Tanah Ulayat dan Penyelesaian Konflik Agraria
Komisi II DPR juga mendesak Kementerian ATR/BPN untuk mempercepat pendaftaran tanah ulayat masyarakat adat di seluruh Indonesia dengan prinsip keadilan dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Selain itu, Kementerian ATR/BPN diminta untuk meningkatkan penyelesaian konflik agraria dan layanan pertanahan dengan sistem yang lebih transparan.
"Penyelesaian konflik agraria harus dilakukan secara terbuka dan dapat diakses publik melalui website Kementerian ATR/BPN secara real-time," lanjut Rifqinizamy.
Revisi Undang-Undang Sektor Pertanahan
Selain itu, Komisi II DPR RI meminta Menteri ATR/BPN segera mengusulkan revisi sejumlah undang-undang terkait pertanahan dan tata ruang.
Revisi ini diperlukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan seperti luas lahan plasma, penegakan hukum pertanahan, serta peningkatan pendapatan negara dari sektor tersebut.
Komisi II DPR berharap langkah-langkah ini dapat mempercepat penyelesaian masalah agraria yang selama ini menjadi polemik di masyarakat.
Daerah 6 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Dunia | 5 hari yang lalu
Dunia | 5 hari yang lalu
Pendidikan | 6 hari yang lalu
Dunia | 4 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Hukum | 4 hari yang lalu
Keamanan | 6 hari yang lalu
Opini | 5 hari yang lalu