Jatam Kecam Presiden soal Pidato 'Karunia Sawit' di Saat Bencana: Tidak Peka dan Menyesatkan!
RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Lingkungan - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melalui akun X-nya, @jatamnas, menyesalkan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menonjolkan "karunia kelapa sawit" di tengah bencana ekologis di Sumatra.
Pernyataan Kepala Negara yang disampaikan saat memberikan sambutan pada puncak Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-61 pada Jumat (5/12/2025) bukan saja tidak peka, tapi menyesatkan secara politik maupun ekologis.
"Lebih dari 900 orang tewas dan ratusan ribu lainnya mengungsi karena hutan di hulu digunduli untuk sawit, tambang, dan HTI, yang dibutuhkan publik adalah pengakuan atas kerusakan dan komitmen menghentikan ekspansi, bukan promosi sawit sebagai bahan bakar."
NGO yang konsen terhadap keadilan sosial dalam industri pertambangan dan migas ini pun memberikan setidaknya tiga catatan keras atas pernyataan Presiden Prabowo tersebut.
Pertama, pidato Presiden semacam itu tampak memutihkan peran industri sawit dalam deforestasi dan krisis ekologis yang kini meledak di Sumatra.
Padahal, data organisasi lingkungan menunjukkan jutaan hektare hutan di Sumatra berubah menjadi kebun sawit dan konsesi industri lain, menurunkan daya serap air, merusak daerah tangkapan, dan memperparah banjir serta longsor setiap musim hujan.
"Dengan menyebut sawit sebagai 'berkah' tanpa menyentuh jejak kerusakan dan konflik agraria, sama artinya dengan mengabaikan fakta bahwa banyak korban bencana justru tinggal di sekitar kebun-kebun besar yang menggantikan hutan mereka," tulisnya.
Kedua, narasi bahwa sawit sebagai solusi energi “hijau” adalah bentuk greenwashing yang berbahaya. Biofuel berbasis sawit mungkin mengurangi impor BBM fosil, tetapi jika diproduksi dengan merusak hutan dan lahan gambut, menggusur masyarakat adat, maka total emisi dan kerusakan ekologisnya bisa lebih besar daripada manfaat yang diklaim.
"Dan, di tingkat tapak, bioenergi sawit itu berarti perluasan kebun, penggusuran masyarakat adat dan petani, serta krisis air dan pangan; dan ini jelas bertolak belakang dengan semangat keadilan iklim yang seharusnya melindungi kelompok paling rentan dari dampak krisis iklim."
Ketiga, pernyataan seperti yang disampaikan Presiden itu justru memperlihatkan betapa dalamnya pemerintah terikat pada kepentingan korporasi ekstraktif.
Di tengah penderitaan warga, yang diutamakan bukan perlindungan ruang hidup, audit izin, dan penghentian ekspansi di kawasan rawan bencana, tetapi memastikan industri sawit tetap dianggap pahlawan ekonomi dan energi.
Di akhir pernyataannya, Jatam mengingatkan jika cara pandang seperti yang disampaikan Presiden itu terus dipertahankan, bencana ekologis akan berulang dan semakin parah, sementara negara kian kehilangan legitimasi sebagai pelindung rakyat, berubah menjadi juru promosi bagi bisnis yang justru menjadi bagian dari sumber masalah.
Sebagaimana diberitakan, Presiden Prabawo menyampaikan karunia sawit yang dimiliki Indonesia saat menyinggung perang yang terjadi di dunia, terutama di Eropa. Ia mengatakan perang yang terus berkecamuk di Eropa akan berdampak pada impor energi Indonesia.
Dia juga menyebut krisis di Selat Hormuz dan Yaman juga akan menghentikan pasokan BBM. Sehingga Indonesia harus swasembada energi dan BBM. Prabowo pun menyebut kelapa sawit sebagai solusi.
"Tapi kita diberi karunia oleh Yang Mahakuasa kita punya kelapa sawit, kelapa sawit bisa jadi BBM, bisa Jadi solar, bisa jadi bensin juga. Kita punya teknologinya,” kata Prabowo saat berpidato di acara HUT Partai Golkar. ![]()
Pendidikan 6 hari yang lalu
Parlemen | 17 jam yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Olahraga | 3 hari yang lalu
Olahraga | 3 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu
Pendidikan | 19 jam yang lalu





