Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Tiga Tahun PJS: Dari Keprihatinan ke Pengakuan

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Selasa, 13 Mei 2025 | 05:20 WIB
---
---

RAJAMEDIA.CO -  SAYA tahu persis kapan Mahmud Marhaba mulai gelisah. 
 

Kami pernah duduk dalam satu organisasi. Saya jadi bendahara umumnya. Mahmud sekretaris jenderalnya. Waktu itu kami sedang berjuang agar kumpulan perusahaan pers kami bisa diakui Dewan Pers.
 

Mahmud yang paling sibuk. Bolak-balik mengurus dokumen, menyusun argumentasi, menyamakan frekuensi dengan pengurus pusat. Ia juga yang paling keras kepala soal idealisme: “Kalau tidak sesuai Undang-Undang Pers, jangan dipaksakan,” katanya.
 

Begitu akhirnya dapat pengakuan dari Dewan Pers, saya tahu: Mahmud tidak akan berhenti.
 

Maka Lahir PJS
 

Benar saja. Tak lama kemudian, Mahmud mendirikan Pro Jurnalismedia Siber (PJS).
 

Alasannya klasik: keprihatinan. Tapi keprihatinan Mahmud bukan basa-basi. Ia melihat, di luar Jakarta, ratusan media siber tumbuh cepat. Tapi jurnalisnya? Banyak yang belum tahu kode etik. Belum tahu cara menghindari jerat pidana. Belum tahu bagaimana menulis berita yang sah secara hukum.
 

“Kalau tidak kita rangkul, nanti mereka jadi korban,” katanya waktu itu.
 

Maka PJS lahir. Bukan untuk gagah-gagahan. Tapi sebagai rumah belajar.
 

Wartawan Bodrex
 

Saya tersenyum waktu Mahmud bilang ingin “menghapus istilah wartawan bodrex”.
 

Itu istilah yang sudah lama beredar. Menyakitkan memang. Tapi Mahmud tidak ingin sekadar protes. Ia ingin mengubahnya lewat pelatihan, kursus jurnalistik, dan pembinaan langsung.
 

Jurnalis PJS diwajibkan ikut kursus dasar dan lanjutan. Tak hanya tahu menulis, tapi juga tahu tanggung jawab. Tak hanya bisa wawancara, tapi juga paham risiko hukum. Ini bukan gaya-gayaan. Ini soal keselamatan profesi.
 

Sekarang Tiga Tahun
 

Sekarang PJS sudah tiga tahun.
 

Masih muda. Tapi langkahnya mantap. Sudah punya pengurus di banyak daerah. Sudah gelar pelatihan. Sudah advokasi wartawan yang bermasalah. Dan yang paling penting: PJS tidak tumbuh karena dana besar. Tapi karena kepercayaan dari bawah.
 

Kini PJS sedang melangkah ke tahap baru: menjadi konstituen Dewan Pers.
 

Saya tahu betapa sulitnya jalan ke sana. Dulu saya dan Mahmud sudah pernah melaluinya. Tapi saya juga tahu: Mahmud bukan orang yang mudah menyerah. Ia tahu kapan harus sabar. Dan kapan harus menabrak.
 

Tapi Hati-hati
 

Saya hanya ingin mengingatkan satu hal: jangan berubah setelah diakui.
 

Jangan jadi organisasi biasa. Yang sibuk dengan stempel, tapi lupa semangat. Jangan lupakan wartawan-wartawan di kabupaten, yang kadang harus naik motor dua jam hanya untuk kirim berita.
 

Jangan lupa, dulu PJS berdiri karena keresahan. Bukan karena jabatan.
 

Selamat Ulang Tahun, PJS
 

Saya ikut bangga.
 

Tiga tahun lalu, ini hanya ide. Sekarang jadi gerakan. Sekarang bersiap masuk ke forum tertinggi pers nasional. Itu tidak kecil.
 

Tapi jalan masih panjang. Semakin diakui, semakin besar ujian.
 

Selamat ulang tahun ke-3, PJS. Tetap di jalur. Jangan silau. Jangan lelah.
 

Karena perjalanan masih jauh. Dan jurnalisme yang baik, masih butuh banyak rumah.rajamedia

Komentar: