Standar Tilawati Al - Qur'an: Menyiapkan Generasi Qurani di Abad Millenial
RAJAMEDIA.CO - Opini Pendidikan - Pendidikan memiliki peran sentral dalam menyiapkan generasi yang memiliki kemampuan holistik, menjamin peserta didik berwawasan luas, membekali mereka dengan skill sesuai kebutuhan zaman, serta membentuk mereka menjadi pribadi yang memiliki attitude, berkarakter, dan berakhlak al-karimah.
Hal ini sejalan dengan berbagai aturan perundangan dan penerapan kebijakan kurikulum, semua berfokus pada tiga tuntutan kompetensi utama, yakni: sikap (sosial religious), pengetahuan, dan keterampilan.
Soal sikap, attitude, karakter menjadi isue menarik dan seksi untuk terus dibahas karena beberapa pertimbangan.
Pertama, soal pembentukan karakter erat kaitannya dengan orkestrasi antara unsur logika, perasaan, dan perilaku yang keseharian. Sehingga ukuran keberhasilannya harus dilihat dari berberbagai aspek penilaian.
Kedua, urusan pembentukan karakter merupakan urusan bersama antara orangtua, guru, dan lingkungan pendukung. Pelaksanaannya harus seiring sejalan, sehingga target capaian dapat dilihat dari proses yang dilakukan, baik di sekolah maupun di rumah.
Ketiga, attitude atau karakter sejatinya bukan teori, tetapi habituasi (kebiasaan) yang harus dibentuk melalui satu aturan yang permanen, sehingga dapat berdampak positif dan menjadi menjadi tradisi dan habit.
Keempat, abad millenial dengan ciri keterbukaan, global, dan percepatan teknologi informasi menuntut kemampuan holistik, dari berfikir kritis (critical thinking), mampu menunjukkan perubahan (creativity and innovation), cakap komunikasi (communication), mampu bekerjasama (collaboration) dengan tetap mempertimbangkan nilai kewarganegaraan Indonesia (civilization).
Kelima, kemampuan yang berkaitan dengan soal nilai dan karakter. Melalui kanal pendidikan sekolah/madrasah, dan keluarga penyiapan generasi berkarakter perlu disiapkan sejak dini.
Kondisi ini tentu masih menjadi pekerjaan rumah setiap penyelenggara pendidikan bagaimana cara efektif mengembangkan semua tuntutan kemampuan yang diharapkan. Tidak dipungkiri, terkadang kegiatan pembelajaran masih terlalu dominan pada soal kebutuhan pengetahuan dan keterampilan. Sementara pada aspek penguatan sikap, attitude, dan karakter dirasa masih kurang, karenanya perlu terus dievaluasi.
Kemampuan Membaca Al-Quran Sebagai Brand Madrasah/Sekolah Islam
Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup ummat Islam dipahami sebagai menu kurikulum wajib yang ada di madrasah atau sekolah Islam. Bentuk kelembagaan pendidikan yang menerapkan kebijakan kurikulum terpadu antara Kementerian Agam dengan dominasi pelajaran agama, dan Kementerian Pendidikan Nasional dengan basis utama pengetahuan umum.
Dalam kebijakan kurikulum Kemenag, al-Quran sendiri merupakan komponen utama dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Capaian Pembelajaran (CP) dan Tujuan Pembelajaran tersendiri. Oleh karenanya, CP mapel al-Quran untuk tahapan fasenya berbeda, dari target pengenalan hurup hijaiyyah, kemampuan membaca sesuai makharij al-hurup dan ilmu tajwid, hingga memahami isi al-Quran.
Selain menjadi tuntutan kebijakan kurikulum, kemampuan membaca al-Quran juga menjadi salah satu daya tarik bahkan menjadi “tagihan” sebagian besar masyarakat. Pilihan memilih belajar di madrasah atau sekolah Islam di antaranya adalah jaminan lembaga dapat membimbing peserta didik cakap dalam membaca al-Quran.
Untuk pencapaian target maksimal al-Quran, dan tuntutan tagihan tersebut, selain proses pengajaran al-Quran yang dilakukan guru mapel dengan jumlah jam yang terbatas, perlu juga dibuat pengembangan program inovatif yang dapat membangun motivasi peserta didik gemar membaca al-Quran.
Pembiasaan (habituasi) membaca al-Quran setiap pagi yang diterapkan di Madrasah Pembangunan dan Sekolah Islam Pembangunan Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan program intra kurikuler unggulan yang dapat mempercepat pemahaman peserta didik terhadap bacaan al-Quran.
Sebagai sebuah habituasi tentu pelibatan semua guru menjadi hal paling urgen. Selain guru mapel al-Quran, semua pendidik (tanpa terkecuali) wajib memiliki kemampuan terstandar dalam membaca al-Quran. Termasuk pengakuan (rekognisi) dari lembaga profesional dan akuntabel bahwa yang bersangkutan memiliki kecakapan untuk membimbing bacaan al-Quran. Ada banyak metode dalam membaca al-Quran, antara lain metode Tilawati.
Metode tilwati adalah cara belajar membaca al-Qur’an praktis, menggunakan lagu rost, dengan pendekatan klasikal individual, menggunakan teknik mendengar, serta alat peraga dan buku tilawati.
Sebagai program, Metode Tilawati memiliki empat aspek terpenting dalam kurikulum, yaitu: (1) Kejelasan target atau tujuan yang diharapkan dari metode tilawati, yakni tartil membaca al-Qur’an, fasikh dalam mengucapkan huruf dan kesempurnaan dalam membaca ayat dan kalimat, serta berkesesuaian ilmu tajwid yaitu menguasai makhraj huruf, sifat huruf, hukum-hukum huruf dan hukum panjang dan pendek bacaan.
(2) Dilihat dari konten materi, Metode Tilawati memiliki materi atau bahan ajar yang terbagi dalam enam jilid tilawati dengan beragam konten materi yang berkesinambungan, mulai dari pengenalan hurup hijaiyah, hingga bacaan al-Quran yg sesuai kaidah.
(3) Penerapan metode dilakukan dengan duapendekatan yang seimbang, yaitu pendekatan klasikal dengan menggunakan alat peraga dan pendekatan individual dengan teknik baca simak (mendengar) menggunakan buku, menggunakan nada rost, menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Ada tiga nada yaitu nada datar, naik, dan turun.
(4) Evaluasi pembacaan al-Quran dilakukan secara berjenjang, setiap kenaikan jilid dilakukan melalui pengecekan dan pemberian nilai. Distingsi lain dari Metode Tilawati punya moto “mudah” dan “menyenangkan”.
Apapun pilihan program yang digunakan hanya sebatas ikhtiar yang perlu disupport oleh berbagai pihak, pendidik saat di sekolah/madrasah, dan orangtua saat anak belajar di rumah. Proses bimbingan, mendengar “bacaan apapun” dari anak perlu terus dilakukan setiap saat.
Monitoring dan evaluasi terhadap progress belajar (termasuk bacaan al-Quran) harus dilakukan secara berkala, keterbukaan hubungan komunikasi antara guru dan orangtua akan sangat membantu proses pendidikan yang dilakukan.
Alhasil, melalui Metode Tilawati diharapkan dapat melahirkan generasi qurani, berakhlak mulia, cakap
pengetahuan, terampil, dan mampu menerapkan nilai-nilai al-Quran dalam kehidupan nyata, semoga.
Penulis: Direktur Pendidikan Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta, Guru Besar FITK UIN Jakarta.*
Info Haji 3 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Olahraga | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu