Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Ramalan yang Ditertawakan

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Minggu, 11 Mei 2025 | 10:13 WIB
Presiden Prabowo Subianto saat menjadi Capres pada 2019 meramal soal perang. - Foto: Repro -
Presiden Prabowo Subianto saat menjadi Capres pada 2019 meramal soal perang. - Foto: Repro -

RAJAMEDIA.CO - SAYA masih ingat betul debat Pilpres 2019. Prabowo Subianto - Presiden RI saat ini -  waktu itu bicara soal ancaman perang. Ia bilang: "Bangsa ini harus selalu siap. Perang bisa datang kapan saja."
 

Orang-orang menganggapnya alarmis. Berlebihan. Paranoid. Bahkan teman saya di kampus bilang: "Dia kayak mau jadi jenderal perang, bukan presiden."
 

Dan saya ikut tertawa. Ya, waktu itu.
 

Dunia Masih Damai, Katanya
 

Alasannya sederhana. Saat itu dunia terlihat baik-baik saja. Teknologi tumbuh. TikTok mulai viral. Wisata luar negeri masih ramai.
 

Rusia belum menginvasi Ukraina. Israel belum membumihanguskan Gaza. Dan India–Pakistan? Ya, mereka memang rutin saling pandang sinis, tapi tetap main aman.
 

Singkatnya, tidak ada tanda-tanda kiamat politik. Jadi, siapa yang mau percaya ramalan perang?

Dan Hari Ini, Kita Dibisiki Kenyataan
 

Kini semuanya berubah. Perang hadir di meja makan kita, lewat berita yang tak lagi bisa diabaikan.
 

India meluncurkan rudal ke arah pangkalan udara Pakistan. Bukan simulasi. Bukan latihan. Itu serangan nyata. Dan dua negara itu bukan sembarang tetangga: keduanya punya senjata nuklir.
 

Jaraknya dari Indonesia? Hanya beberapa jam penerbangan. Lebih dekat dari Tokyo atau Sydney.
 

Ternyata Prabowo Tidak Sedang Menakut-nakuti
 

Saya ingat lagi wajah Prabowo di debat itu. Tegas. Tak banyak senyum. Penuh ancaman — menurut kita. Tapi sekarang, justru itu yang paling relevan.
 

Mungkin kita memang lebih suka pemimpin yang lucu. Yang menyenangkan. Yang tidak mengganggu rasa nyaman.
 

Tapi kenyamanan bisa menipu. Dunia ternyata tidak seaman itu. Dan Prabowo, yang dulu ditertawakan, kini duduk di kursi presiden dengan pembuktian sunyi.
 

Apa yang Harus Kita Lakukan?
 

Ini bukan soal membenarkan masa lalu. Ini soal menata ulang cara berpikir.
 

Mungkin ke depan, kita harus belajar lebih hati-hati menilai pemimpin. Bukan dari caranya bicara, tapi dari keberaniannya mengingatkan kita meski tidak populer.
 

Juga soal kesiapan. Kita, sebagai bangsa, tidak boleh terlena. Indonesia bukan pulau damai yang tak tersentuh badai global.
 

Karena jika badai benar datang — seperti yang diperingatkan Prabowo — kita tak boleh lagi cuma jadi penonton.rajamedia

Komentar: