Nusron Diberondong DPR Soal 3,1 Juta Hektar Sawah Ilegal: Jangan Bisa Bicara, Kerja!

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Parlemen - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menjadi bulan-bulanan anggota Komisi II DPR dalam rapat kerja yang berlangsung panas di Senayan, Senin (8/9/2025).
Para wakil rakyat geram dengan kelambanan Nusron menangani 3,1 juta hektar lahan sawit ilegal yang sudah disita negara.
"Presiden Sudah Perintahkan, Kenapa Tidak Dilaksanakan?"
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda secara terang-terangan menuding Nusron Wahid lamban menggarap tindak lanjut persoalan sawit ilegal.
"Pak Presiden Prabowo Subianto sudah menyampaikan di Sidang Tahunan MPR bulan lalu bahwa negara harus menguasai kembali 3,1 juta hektar dari potensi 5 juta hektar lahan sawit ilegal. Mengapa belum ada proses legalisasi?" kata Rifqi dengan nada tinggi.
Rifqi menegaskan, sebagian lahan sawit itu berada di Area Penggunaan Lain (APL) yang menjadi kewenangan penuh Kementerian ATR/BPN.
"Potensinya besar, tapi kenapa dibiarkan menggantung?" tegasnya.
60 Keluarga Kuasai Tanah Indonesia!
Nada lebih keras datang dari Anggota Komisi II, Deddy Yevri Hanteru Sitorus dari PDI Perjuangan. Ia menyoroti pernyataan kontroversial Nusron bahwa sekitar 60 keluarga menguasai sebagian besar tanah di Indonesia.
"Kalau informasi itu benar, negara jangan berhenti di pernyataan. Reforma agraria dan distribusi tanah harus dipercepat. Kalau tidak, akan menimbulkan kebencian masyarakat," kata Deddy dengan nada tegas.
Politikus PDI Perjuangan itu mendesak pemerintah mengenakan pajak lebih tinggi bagi konglomerat pemilik tanah luas. "Mereka sudah kaya tujuh puluh turunan. Sudah saatnya negara mengambil bagian untuk rakyat," ujarnya.
Kasus Tessonilo Riau: 11 Ribu KK Terancam Tergusur!
Deddy menyinggung kasus konkret di Tessonilo, Riau, tempat lebih dari 11 ribu kepala keluarga terancam tergusur karena konflik kawasan hutan.
"Kalau tiba-tiba dipasang plang 'dikuasai Satgas PKH' lalu masyarakat tak bisa masuk ke kebun, mereka makan apa? Jangan lebih kejam dari Belanda," katanya.
Ia juga menyoroti ketimpangan yang mencolok: jutaan hektar untuk korporasi, sementara pendaftaran tanah untuk masyarakat adat atau tanah ulayat hanya ratusan hektar.
"Tanah tidak pernah bertambah, sementara penduduk terus meningkat. Kalau tidak ada distribusi keadilan, ini bom waktu," ujarnya.
Desakan Koordinasi Lintas Kementerian
Selain sawit, Deddy mengingatkan pemerintah konsisten melarang penambangan di pulau-pulau kecil seperti kasus di Raja Ampat. Ia mendorong koordinasi lintas kementerian—ATR/BPN, Kehutanan, ESDM, dan Dalam Negeri—agar konflik agraria tak lagi diselesaikan sepotong-sepotong.
Rapat Komisi II itu menyisakan pertanyaan besar: apa langkah nyata pemerintah setelah data lahan bermasalah dibuka ke publik? Di Senayan, suara DPR nyaring: jangan sampai reforma agraria hanya berhenti di jargon!
Info Haji 6 hari yang lalu

Parlemen | 2 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Politik | 5 hari yang lalu
Keamanan | 2 hari yang lalu
Nasional | 3 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu