Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Nasib Kaka

Oleh: Dahlan Iskan
Minggu, 29 September 2024 | 06:07 WIB
Disway: Nasib Kaka
Disway: Nasib Kaka

RAJAMEDIA.CO - Disway -  "Kenapa setiap sosok narasumber Disway seperti wajib dikupas tuntas latar belakang pendidikanya? Bahkan sangat detail, hingga bisa separoh dari isi artikelnya".

 

Yang bertanya itu wanita Disway dari Indramayu. Setiap hari dia membagikan Disway ke ribuan orang. Lewat medsos miliknya. Sejak awal Disway terbit. Hingga sekarang.

 

Kadang lucu: "Hari ini saya membagikan Disway dengan tutup mata," ujarnyi pada suatu ketika.

 

Tanpa bertanya saya pun tahu kenapa: isi tulisan saya bertentangan dengan emosi jiwanya.

 

Emosinya sangat tidak suka seseorang. Jauh sebelum banyak orang balik tidak suka orang itu belakangan ini.  Sedang tulisan saya memuji orang itu.

 

"Saya jengkel baca Disway hari ini," protesnya beberapa kali. "Tapi tetap Anda posting di medsos Anda?” tanya saya balik. " Dengan geram," jawabnya.

 

Terhadap pertanyaannya kali ini saya sulit menjawab. Apalagi dia menyertakan argumen: "padahal malaikat pun takkan menanyakan sekolah di mana, lulusan apa, dan gelarnya apa saja".

 

Sebenarnya saya ingin menjelaskan teori deskripsi dalam jurnalisme. Tapi terlalu berat. Ingin juga saya kemukakan itulah ajaran kewartawanan yang saya wariskan sejak dulu. Tapi apa perlunya.

 

Maka justru saya ingin membuat gemes wanita Disway itu. Saya pun mengiriminyi WA. "Mengapa latar belakang pendidikan ditulis secara dentil? Mungkin karena yang menulis artikel ini hanya lulusan SMA! Iri? Cemburu?" jawab saya.

 

Saya tahu kebiasaan wanita Disway satu itu. Suka ngambek. Apalagi kalau dia mendengar saya ke Cirebon tanpa memberi tahunyi. Bisa 100 WA harus saya baca dengan perasaan merasa berdosa.

 

Kali ini, membaca jawaban itu, ternyata dia tidak gondok. Dia lebih tertarik mengomentari soal iri dan cemburu itu. Dia merasa punya teman yang juga hanya tamatan SMA.

 

"Saya bersyukur meski hanya rampung madrasah. Itu pun sambil ngasuh adikku yang no 2 dan 3. Saya diizinkan masuk sekolah sambil mengasuh adik karena guru-gurunya tetanggaku sendiri".

 

"Waktu itu kalau saya gak boleh bawa adik masuk kelas, saya gak mungkin bisa belajar. Adik-adikku pasti ngerengek nangis di luar kelas".

 

Akhirnya wanita Disway Indramayu itu tidak lanjut ke universitas. Padahal sering mendapat nilai 100. Dia harus menghidupi dua adik dan ibunya.

 

Waktu itu pilihan tersulit baginya. Sekolah atau mencari nafkah. Nilai akademiknyi begitu baik. Tapi dia kakak tertua. Harus memberi makan dua adik dan ibunda. Kerja pun tidak banyak pilihan. Tidak boleh jauh dari desanyi: harus sambil merawat ibunda.

 

"Gak apa-apa. Saya gak butuh gelar akademis. Saya lebih bangga jadi kakak yang baik. Bisa ngayomi adik-adik, meringankan beban orang tua.

Hingga kini saya tidak menyesali pilihan itu," tulisnya.

 

Orang seperti wanita Disway Indramayu inilah yang paling marah setiap kali membaca berita korupsi. Atau penyalahgunaan kekuasaan. Atau nepotisme.

 

Dia memang menolong adik tapi dengan keringat dan air mata, bukan lewat kekuasaan.

 

Dan dia tidak sendiri.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Disway: Makan Tuan
Makan Tuan
Sabtu, 28 September 2024
Disway: Tenang Panas
Tenang Panas
Jumat, 27 September 2024
Disway Ambeien Bukan
Ambeien Bukan
Kamis, 26 September 2024
Agama GPT--
Agama GPT
Rabu, 25 September 2024
Disway: Berani Mati
Berani Mati
Selasa, 24 September 2024
Dahlan Iskan bersama Prof Sutiman (dua dari kiri) di Rumah Sehat di Malang. [Foto: Disway]
Rumah Sehat
Senin, 23 September 2024