MK Desak Revisi UU Tipikor, Multitafsir Pasal Kunci Dinilai Picu Ketidakpastian Hukum!
RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Hukum – Mahkamah Konstitusi (MK) mengirim sinyal tegas kepada DPR dan Pemerintah. Dua pasal kunci dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diminta segera dikaji ulang dan direvisi karena dinilai membuka ruang multitafsir yang berpotensi menimbulkan ketidakseragaman penegakan hukum.
Desakan tersebut tertuju pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Meski Mahkamah menyatakan kedua norma itu tetap konstitusional, MK menilai perbaikan rumusan menjadi kebutuhan mendesak demi menjamin kepastian hukum.
Konstitusional, Tapi Bermasalah di Praktik
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh menegaskan bahwa persoalan utama bukan pada konstitusionalitas norma, melainkan pada penerapannya yang kerap memicu perdebatan di kalangan aparat penegak hukum.
“Mahkamah berpendapat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah konstitusional. Namun dalam praktik, rumusan tersebut sering menimbulkan diskursus dan potensi perbedaan tafsir,” ujar Daniel saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/12).
Menurut MK, perbedaan tafsir tersebut berisiko melahirkan ketidakpastian dan inkonsistensi dalam penanganan perkara korupsi.
DPR dan Pemerintah Diminta Bertindak
Atas dasar itu, MK mendorong pembentuk undang-undang untuk melakukan pengkajian menyeluruh dan membuka ruang perumusan ulang kedua pasal tersebut melalui proses legislasi yang komprehensif.
“Pembentuk undang-undang perlu secara serius merumuskan ulang norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor,” tegas Daniel.
Mahkamah menegaskan bahwa kewenangan merumuskan norma pidana merupakan open legal policy yang sepenuhnya berada di tangan DPR dan Pemerintah.
Masuk Prolegnas, Revisi Diminta Jadi Prioritas
MK menekankan bahwa revisi UU Tipikor telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029. Karena itu, Mahkamah meminta agar pembahasan revisi diprioritaskan.
“Revisi harus diprioritaskan agar rumusan sanksi memberikan kepastian hukum, tanpa mengurangi politik hukum pemberantasan korupsi sebagai kejahatan luar biasa,” bunyi pertimbangan MK.
Jaga Semangat Extraordinary Crime
Dalam arahannya, MK menggariskan sejumlah prinsip yang harus dijaga pembentuk undang-undang, antara lain:
1. Meneguhkan korupsi sebagai extraordinary crime
2. Merumuskan sanksi pidana yang menutup ruang penyalahgunaan
3. Menjamin partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam proses legislasi
Prinsip-prinsip tersebut dinilai krusial agar revisi UU Tipikor tidak melemahkan semangat pemberantasan korupsi.
Imbauan Kehati-hatian bagi Penegak Hukum
Sambil menunggu proses revisi berjalan, MK juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, terutama dalam menilai unsur itikad baik.
“Penegak hukum harus cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan, serta tetap menyeimbangkan hak pelaku dengan semangat pemberantasan korupsi,” pungkas Daniel.![]()
Pendidikan 6 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu
Nasional | 19 jam yang lalu
Daerah | 5 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Ekbis | 5 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Keamanan | 4 hari yang lalu
