Kontradiktif Soal Netralitas dan Keberpihakan, Jokowi Plin-plan!
RAJAMEDIA.CO - Jakarta - Sebuah pernyataan mengejutkan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tiba-tiba menyatakan Presiden boleh memihak dan kampanye.
Pernyataan itu mengejutkan banyak pihak sebab, sebelumnya Presiden menyatakan bahwa pemerintah harus netral.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi menyaksikan usai penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1344 oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).
Saat itu Presiden didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga calon presiden nomor urut 2.
Usai acara, Presiden Jokowi membuat statemen bahwa Presiden boleh berkampanye dan memihak dalam Pilpres 2024.
Menurut Presiden, yang terpenting adalah saat berkampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
"Ya boleh saja saya kampanye tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," kata Jokowi.
Pakar hukum tata negara menyatakan pasal yang membolehkan Presiden kampanye konteksnya adalah jika yang bersangkutan merupakan petahana, seperti yang terjadi pada Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019.
"Konteks pasal itu harus dibaca dengan baik," ujar pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti.
Ditegaskan Bivitri Susanti, presiden tidak boleh berkampanye.
"Ini sebenarnya melanggar hukum. Jadi, keliru dia (Jokowi) katakan presiden boleh berkampanye, itu salah. Presiden maupun menteri-menteri boleh berpolitik, boleh memihak. Tapi berkampanye dan menyatakan dukungan secara nyata itu tidak boleh,” kata Bivitri dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Rabu (24/1/2024).
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera itu menyoroti Jokowi yang merujuk pasal 282 UU Pemilu sebagai alasan boleh kampanye asalkan tidak menggunakan fasilitas negara.
Menurut Bivitri, ketentuan mengenai kampanye oleh pejabat publik diatur lebih lanjut dalam pasal 280, 281, dan 301-307 UU Pemilu.
Ia pun mempertanyakan ukuran yang bisa digunakan untuk menilai apakah pejabat publik bisa dikatakan menggunakan fasilitas negara atau tidak.
"Intinya adalah dia mengatur secara terang bahwa tidak boleh ada perilaku dari presiden dan semua pejabat negara lainnya untuk memihak salah satu kandidat,” kata Bivitri.
"Asal tidak pakai fasilitas negara, ukurannya apa? katakanlah ambil cuti, siapa yang bisa membedakan antara fasilitas negara yang tidak dimiliki atau dimiliki? Misalnya ajudan, mobil kantor, itu kan fasilitas kantor semua?" lanjutnya.
Jokowi minta ASN, parat, dan pemerintah netral
Presiden Jokowi sebelumnya secara tegas mengatkan pemerintah baik daerah maupun pusat harus netral dalam Pemilu 2024. Pernyataan itu menanggapi penurunan atribut partai di Bali menjelang kunjungannya ke Kabupaten Gianyar.
"Ini perlu saya sampaikan bahwa pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pemerintah kota, pemerintah pusat, semua harus netral. ASN semua harus netral, TNI semua harus netral. Polri semua harus netral," kata Jokowi dikutip dari pemberitaan Kompas.com (1/11/2023).
Pernyataan serupa juga pernah disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Konsolidasi Nasional 2023 dalam Rangka Kesiapan Pemilu 2024 pada 30 Desember 2023.
Saat itu, Jokowi meminta agar aparat negara tersebut benar-benar tak memihak.
"Kepada seluruh aparat negara, saya sudah bolak-balik sampaikan baik ASN, TNI, Polri, harus bersikap netral dan tidak memihak," ujarnya, dikutip dari Kompas.com (30/12/2023).
Sementara, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyerahkan masyarakat untuk menilai sendiri konsistensi Presiden Jokowi. Sebab, sebelumnya presiden menyatakan harus netral.
"Masyarakat bisa mencerna, menakar, menimbang, pandangan tersebut," kata Anies
Info Haji 3 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Opini | 4 hari yang lalu
Olahraga | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu