Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas Berujung Permintaan Maaf, DPP LIRA Minta Firli 'Cs' Mundur Dari Pimpinan KPK

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 29 Juli 2023 | 07:18 WIB
Lima pimpinam KPK periode 2019-2023, minus Johanis Tanak yang menggantikan Lili Pintauli. (Foto: Repro)
Lima pimpinam KPK periode 2019-2023, minus Johanis Tanak yang menggantikan Lili Pintauli. (Foto: Repro)

RAJAMEDIA.CO - Jakarta -  Kasus Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pejabat Basarnas yang melibatkan pejabat TNI berakhir anti klimak atau bad ending.

Pernyataan permintaan maaf komisioner KPK terhadap tindakan tersebut setelah didatangi Puspom TNI mencederai hukum dan pemberatasan korupsi di Indonesia.
 
"Pemberantasan korupsi harus dilakukan tanpa pandang bulu, baik terhadap pejabat sipil maupun militer," tegas Presiden LIRA Andi Syafrani dalam keterangan tertulis yang diterima redakai Raja Media Network (RMN), Sabtu (29/7).

Menurut Andi, tindakan KPK membongkar dugaan praktik korupsi yang dilakukan oknum TNI harus didukung dan semestinya Panglima TNI pun ikut mendukung pemberantas korupsi di tubuhnya sendiri.

Lebih mirisnya lagi, permintaan maaf komisioner KPK terhadap kejadian tersebut.

"Saya tegaskan, ini merupakan sikap tidak profesional yang akan semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga anti rasuah ini di saat memang persepsi publik masih rendah," ujarnya.

Atas kejadian itu, kata Andi, menjadi dasar yang kuat sebagai alasan untuk mundurnya semua komisioner KPK yang ada.

"Periode ini menjadi momen terburuk kinerja KPK selama ini dan ini tidak boleh dibiarkan," tegas Andi.

Andi yang juga pentolan aktivia 98 itu, meminta Presiden untuk ambil sikap, bukan terhadap proses hukum yang berjalan, tapi terhadap keberlangsungan lembaga ini.

"Caranya berhentikan semua komisioner KPK dan mengangkat yang baru agar kepercayaan publik terhadap komitmen kuat presiden terhadap pemberantasan korupsi terlihat nyata," ujarnya.  

"Jika benar salah satu direktur di KPK mengundurkan diri karena hal ini, maka harusnya seluruh pimpinan KPK mengikuti langkah ini sebagai pertanggungjawaban jawaban kelembagaan, bukan personal," sambung Andi.

Lebih lanjut, kata Andi, permintaan maaf dari KPK atas tindakan hukum yang dilakukan secara kelembagaan bukanlah perbuatan yang tepat, karena ini bukan wilayah moralitas, tapi wilayah hukum atas perbuatan hukum berdimensi publik.

"Hanya dengan mundurnya pimpinan KPK dan diikuti dengan pertanggungjawaban hukum lainnya, reputasi KPK dapat dipulihkan dan kepercayaan publik terhadap lembaga dan komitmen pemberantasan korupsi oleh KPK dapat diraih kembali," tegas Andi
.
Andi mengajak seluruh komponen masyarakat kritis dan pimpinan DPR untuk mendesak agar pimpinan KPK secara gentle mundur dari jabatannya demi kepentingan publik.

"Mundurlah para pimpinan KPK," demikian tutup Andi Syafrani.

Diketahui, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam kasus suap terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Juga penangkapan dan penahanan terhadap Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto.

Pernyataan itu disampaikan Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jumat (28/7).

KPK kata Agung tak bisa melakukan penangkapan dan penahanan tersebut karena Arif masih berstatus sebagai anggota TNI aktif.

"Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan," ujar Agung.

Demikian juga dengan penetapan tersangka terhadap Henri. Menurut Agung, hal itu tak bisa dilakukan karena alasan yang sama.

"Segala tindak pidana yang dilakukan oleh personel TNI harus dibuktikan oleh internal TNI baik dalam proses penyelidikan, penyidikan hingga proses penuntutannya melalui peradilan militer dan itu telah diatur dalam UU," ujarnya.

"Mekanisme penetapan tersangka ini adalah kewenangan TNI sesuai dengan UU yang berlaku, jadi kita saling menghormati, kita punya aturan masing-masing," sambung Agung.

Menurut Agung Puspom TNI tak akan mengakui penetapan tersangka oleh KPK terhadap Henri Alfiandi maupun Arif Budi Cahyanto.

Dia menyatakan Puspom TNI baru memulai penyelidikan pada hari ini setelah mereka menerima laporan.

"Kami belum melaksanakan proses hukum sama sekali, karena dasar kami melaksanakan proses hukum ada laporan polisi, siang ini baru kami terima laporan itu dan baru kami mulai proses penyelidikannya," kata Agung.rajamedia

Komentar: