Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Ahmad Dofiri: Dari Bhayangkara ke Istana

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Kamis, 18 September 2025 | 12:02 WIB
Prsiden Prabowo Subianto melantaik Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian - Yutube Setpres -
Prsiden Prabowo Subianto melantaik Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian - Yutube Setpres -

RAJAMEDIA.CO - SAYA teringat ketika nama Ahmad Dofiri tiba-tiba mencuat di layar televisi: “Sidang etik Ferdy Sambo dipimpin oleh Irwasum Polri, Komjen Ahmad Dofiri.”
 

Waktu itu, publik menunggu: berani atau tidak? Hasilnya kita tahu: putusan pemecatan tidak hormat.
 

Hari-hari berikutnya, nama Dofiri perlahan tenggelam di balik rutinitas Mabes Polri. Sampai hari kemarin Rabu (17/9/2025). Tiba-tiba, Presiden Prabowo Subianto melantiknya sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian.
 

Saya senyum kecil.
 

Sebuah posisi yang jarang ada dalam sejarah. Penasihat Presiden untuk Reformasi Kepolisian. Artinya, Prabowo sadar ada yang perlu dibenahi. Tapi juga sadar: membenahi Polri tidak mudah. Maka, ditunjuklah orang dalam. Yang tahu anatomi tubuhnya. Yang mengerti jalur darah dan penyakitnya.

Ahmad Dofiri, 58 tahun, orang Sunda. Lulus Akpol 1989. Pernah jadi Kapolda Banten, Kapolda DIY, Kapolda Jawa Barat. Sampai puncaknya: Wakapolri.
 

Pernah pula jadi Irwasum Polri. Artinya: auditor internal. Tahu semua yang bocor. Tahu semua yang busuk.
 

Satu hal yang membuat saya agak berbeda menilainya: ia akademis. Jarang ada jenderal polisi yang menulis buku. Apalagi sampai bergelar doktor. Dofiri menulis. Tentang polisi, masyarakat, kebangsaan.
 

Harta kekayaannya “hanya” Rp7,32 miliar. Kecil untuk ukuran jenderal bintang tiga. Tentu, itu bisa jadi bahan perdebatan. Tapi tetap menarik dibanding daftar jenderal-jenderal lain yang fantastis.
 

Lalu apa yang bisa ia lakukan di pos barunya?
 

Inilah pertanyaan paling penting. Karena penasihat bukanlah pengambil keputusan. Penasihat hanya memberi masukan. Presiden bisa dengar, bisa juga tidak.
 

Kalau hanya jadi penasihat, ya selesai di ruangan. Tidak menyentuh lapangan.
 

Tapi di sinilah politik bekerja. Penunjukan Dofiri bisa dibaca sebagai kompromi politik. Prabowo ingin menunjukkan ke publik bahwa ia mendengar tuntutan reformasi Polri. Tapi tidak mau langsung mengganti Kapolri.
 

Maka solusinya: taruh dulu penasihat.
 

Pertanyaannya lagi: apakah publik puas dengan itu?
 

Jawabannya: tentu tidak. Publik maunya konkret. Publik maunya perubahan yang terasa di jalan, di kantor polisi, di ruang interogasi. Bukan sekadar di meja rapat.
 

Tapi kita juga tahu, Polri ini raksasa yang gemuk. 430 ribu lebih personel. Tidak mungkin dibenahi hanya dengan satu dekrit. Butuh waktu. Butuh orang dalam. Butuh orang yang dihormati di internal.
 

Di sinilah keunggulan Dofiri. Kompolnas menyebut ia “dihormati dan tegas”. Itu modal besar. Karena reformasi Polri tidak akan berhasil jika hanya didorong dari luar. Harus ada yang bisa bicara ke dalam.
 

Apakah Dofiri orangnya?
 

Saya kira iya. Tapi tergantung: seberapa besar ruang yang diberikan Prabowo. Kalau hanya setengah jalan, hasilnya pun akan setengah hati.
 

Saya jadi teringat kalimat lama: “Polisi yang baik itu ada. Tapi polisi yang bisa membuat sistem menjadi baik, itu jarang.”
 

Nah, publik menunggu apakah Ahmad Dofiri bisa masuk kategori yang kedua.
 

Penulis: Pimred Raja Media, Ketua DPP Pro Jurnalismedia Siber Indonesia, Pengurus Pusat IKALUIN Jakarta*rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Foto ilustrasi AI -
Demokrasi yang Dibelenggu Ketakutan
Senin, 15 September 2025
--
Reshuffle Kabinet Kejadian Juga
Selasa, 09 September 2025
Demo di depan Gedung DPR RI. -
Indonesia Cemas
Rabu, 03 September 2025
Presiden Prabowo Subianto saat bertemu dengan 16 Ormas Islam di Hambalang - Foto: BPMI Setpres -
Ketika Suara Moral Kehilangan Gaungnya
Senin, 01 September 2025
Ilustrasi -
Demokrasi Kita Membutuhkan Agama
Rabu, 27 Agustus 2025