Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Natal, Empati, dan Telepon dari Presiden

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:20 WIB
Menteri PKP Maruarar Sirait bersama tokoh agama lintas ormas saat open house Natal di Menteng - Istimewa -
Menteri PKP Maruarar Sirait bersama tokoh agama lintas ormas saat open house Natal di Menteng - Istimewa -

RAJAMEDIA.CO - NATAL 2025 hadir bukan dalam suasana sukacita semata. Di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, banjir bandang dan longsor menyisakan luka, kehilangan, dan duka berkepanjangan. Di tengah kabar itu, bangsa ini kembali diuji: apakah empati masih menjadi nilai utama dalam kehidupan bernegara?
 

Jawaban yang menarik justru datang dari sebuah rumah di Jalan Diponegoro No. 33, Menteng, Jakarta Pusat.
 

Malam Natal, 25 Desember 2025, kediaman Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menjadi ruang perjumpaan lintas iman, lintas partai, dan lintas jabatan. Aktivis duduk berdampingan dengan pejabat negara. Ketua umum partai politik berbincang hangat dengan kepala lembaga negara. Tanpa protokoler berlebihan. Tanpa sekat kekuasaan.
 

Yang lebih penting, perjumpaan itu berlangsung dalam kesadaran penuh bahwa sebagian saudara sebangsa tengah berduka.
 

Hadir dalam open house Natal tersebut antara lain Menteri Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Ketua Umum PAN merangkap Menko Zulkifli Hasan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Nasaruddin Umar, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, hingga pimpinan lembaga strategis negara.

Namun malam itu tidak sekadar menjadi ajang silaturahmi elite. Ia berubah menjadi simbol empati kebangsaan.
 

Maruarar Sirait, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa Natal adalah momentum memperkuat persaudaraan dan kepedulian sosial, terlebih di tengah musibah yang melanda Aceh dan wilayah Sumatra lainnya. Natal, kata Ara, bukan sekadar perayaan iman, tetapi panggilan untuk hadir bagi sesama yang sedang menderita.
 

Pesan itu tidak berhenti di ruang tamu Menteng.
 

Selesai acara, Maruarar menerima telepon langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Presiden menyampaikan apresiasi atas inisiatif kebersamaan dan semangat empati yang ditunjukkan dalam perayaan Natal tersebut. 
 

Prabowo menilai, di saat bangsa sedang diuji oleh bencana alam, teladan solidaritas dan kesederhanaan justru menjadi pesan yang paling dibutuhkan rakyat.
 

Telepon Presiden itu memiliki makna simbolik yang kuat. Ia menunjukkan bahwa empati tidak hanya berhenti di level personal atau seremoni sosial, tetapi juga mendapat perhatian dan penguatan dari kepala negara.
 

Bahwa negara hadir, bukan hanya melalui kebijakan dan instruksi, tetapi juga melalui gestur kemanusiaan.
 

Kesederhanaan perayaan Natal di rumah Ara semakin mempertegas pesan tersebut. Tidak ada jamuan mewah. Yang tersaji justru makanan rakyat: sop dudung, sate Padang, bakwan Malang. Sajian sederhana itu seolah mengingatkan bahwa di saat sebagian saudara kita kehilangan rumah dan harta benda akibat bencana, kemewahan justru terasa tidak pantas.
 

Aceh dan Sumatra menjadi cermin bagi seluruh bangsa.
 

Bahwa Indonesia bukan sekadar kumpulan wilayah administratif, melainkan satu tubuh kebangsaan. Luka di satu daerah adalah luka kita bersama. Dan di saat seperti inilah, empati elite diuji bukan lewat pidato panjang, tetapi lewat sikap, kehadiran, dan keteladanan.
 

Natal di Menteng mungkin tidak menghentikan hujan di Aceh atau memulihkan rumah-rumah yang hancur. Namun ia menghadirkan pesan penting: bahwa persatuan dan solidaritas harus dirawat bahkan—atau justru terutama—di tengah duka.
 

Telepon Presiden Prabowo kepada Maruarar Sirait mempertegas satu hal: bahwa empati, jika dirawat dengan tulus, bisa menjembatani kekuasaan dan kemanusiaan.
 

Dari Menteng, semoga pesan itu mengalir ke Aceh, Sumatra, dan seluruh penjuru negeri—bahwa bangsa ini masih punya rasa, masih punya hati, dan masih mampu berdiri bersama saat cobaan datang.

Penulis: 

Pimpin Redaksi Raja Media, Ketua DPP Pro JournalisMedia Siber, Wabendum IKALUIN Jakartarajamedia

Komentar: