Menguatkan Kompetensi Peserta Didik Melalui Proyek Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil Alamin
RAJAMEDIA.CO - Opini - Istilah "merdeka belajar" yang digulirkan Kementerian Pendidikan Nasional bukan tanpa makna. Merdeka bukan berarti bebas sebebasnya melakukan aktifitas pembelajaran tanpa kontrol akademik. Merdeka Belajar berarti kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran.
Melalui konsep merdeka belajar sekolah/madrasah diberikan hak mengembangkan pola orientasi pembelajaran yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang terjadi di masyarakat berdasarkan sajian kurikulum Nasional.
Implementasi konsep merdeka belajar sekolah/madrasah bukan sekadar mengikuti pedoman tertulis dalam Standar Kompeoetensi Lulusan, Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar, tetapi lebih menuntut kepala sekolah/madrasah dan guru mampu mengejawantahkan tuntutan kemampuan tersebut berdasarkan kebutuhan para peserta didik, dapat mendesain pola pembelajaran yang lebih kreatif, kegiatan pembelajaran yang dapat mengajak para peserta didik berfikir kritis, serta dapat menyelesaikan problem kehidupannya secara mandiri.
Menurut KH. Dewantara “. .. Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak anak berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori” atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahun dengan menggunakan pikirannya sendiri”. Belajar merdeka itu berarti merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk berkembang seluas mungkin.
Merdeka belajar hakikaktnya memberikan keterbukaan bagi pelaku pendidikan dalam mengelola, mendesain, mengimplimentasikan, dan menerapkan penilaian pembelajaran.
Merdeka belajar berarti kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran. Pendidikan yang memerdekakan mengandung makna sebagai usaha, proses cara, perbuatan, pengajaran di sekolah yang dilakukan guru yang menuntun siswa agar mereka dapat maju dan berkembang sesuai dengan kodrat masing-masing anak.
Pendidikan memerdekakan menjadikan peserta didik sebagai sentral dalam merancang, melaksanakan dan menilai pembelajaran.
Dalam perspektif pendidikan, merdeka belajar dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu pertama, bagi siswa merdeka belajar berarti dapat proses memperoleh kompetensi yang diperlukan melalui berbagai pembelajaran guna menyongsong masa depan yang lebih baik. Kedua, bagi guru merdeka belajar berarti upaya melakukan rancangan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran melalui berbagai pendekatan, sehingga tercapai pembelajaran yang optimal dan bermakna bagi peserta didik.
Untuk membedakan dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum merdeka tetap bertumpu pada kegiatan yang didesain melalui intrakurikuler dan ekstrakurikuler, dengan menambah program lain sebagai distingsi dan penciri untuk memperkuat kompetensi para pelajar sebagaiman tuntutan Standar Kompetensi Lulusan yakni melalui Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Kegiatan yang dirancang sebagai penguatan kompetensi pelajar yang bertumpu pada nilai-nilai Pancasila, sekaligus menyiapkan pelajar dengan segenap kemajuan yang terjadi di abad modern yang sarat dengan kemajuan teknologi tetapi menjadi seorang pelajar yang mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Penguatan profil pelajar Pancasila dilakukan melalui pendekatan pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL).
Filosofi Pembelajaran Berbasis P5 PPRA
Proyek adalah serangkaian kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu dengan cara menelaah suatu tema menantang. Projek didesain agar peserta didik dapat melakukan investigasi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Peserta didik bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan untuk menghasilkan produk dan/atau aksi. (Pedoman, h. 5) Proyek yang dilakukan peserta didik dalam pembelajaran biasanya dilakukan melalui pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PjBL).
PjBL adalah sebuah model pembelajaran yang mengarahkan para peserta didik untuk belajar secara mandiri atau berkelompok berdasarkan proyek yang ditentukan. PjBL disebut juga sebagai metode pembelajaran yang berbasis pada masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dengan beraktivitas secara nyata dalam kehidupan.
Dari sudut pandang yang lain, PjBL dapat diartikan sebagai pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang diberikan tantangan kepada peserta didik yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.
PjBL menekankan pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Secara konstruktif, peserta didik melakukan eksplorasi atau pendalaman pembelajaran dengan melakukan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan.
PjBL menghendaki adanya kreativitas yang muncul dari para peserta didik. Melalui bimbingan gurunya sangat digarapkan para peserta didik dapat merencanakan sebuah kegiatan yang dikemas berdasarkan penguatan nilai nilai yang sudah ditepikan. Selanjutnya muncul ide kreatif dalam menjalan semua kegiatan dengan memperhatikan berbagai masukan yang muncul.
Dengan demikian, esensi utama PjBL merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan pengetahuan secara bertahap, memunculkan keterampilan dalam merangkai kegiatan, serta bisa menumbuhkan karakter tanggung jawab, kerjasama, empati, respek sebagai perwujudan kegiatan yang dilakukan secara bersama.
Melalui pembelajaran berbasis Project sangat diharapkan peserta didik dapat berkolaborasi dengan pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian kegiatan, seperti guru, orangtua, ketua RT, serta pihak lain yang membantu proyek yang dilakukan.
Melalui pembelajaran berbasis Proyek juga peserta didik mampu menunjukkan komitmen dan tanggung jawabnya dalam menyelesaikan semua kewajiban yang telah diberikan. Termasuk pada hal kehati hatian dalam belajar, proses penyelesaian proyek, hingga pada proses pendisiplinan waktu.
Konsep pembelajaran inilah yang menjadi cikal bakal adanya Proyek Penguatan Pelajar Pancasila (P5) yang kemudian ditambahkan dengan penguatan karakter lain yakni, rahmatan lil ‘alamin (RA); sehingga konsep yang muncul dalam tradisi kurikulum madrasah disebut sebagai Proyek Penguatan Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin (P5 PPRA).
Istilah rahmatan Lil ‘alamin merupakan konsep nilai kasih sayang, rahmat bagi seluruh alam yang harus menjadi habit dan perilaku keseharian seluruh civitas akademik a sekolah/madrasah. Sehingga konsep Penguatan Profil Pelajar Pancasila sebagai aplikasi nilai nilai Pancasila yang dikombinasi dengan berbagai nilai religiousitas yang berdasarkan pada ajaran agama Islam.
Nilai Rahmatan lil Alamin merupakan prinsip-prinsip sikap dan cara pandang dalam mengamalkan agama agar pola keberagamaan dalam konteks berbangsa dan bernegara berjalan semestinya sehingga kemaslahatan umum tetap terjaga seiring dengan perlindungan kemanusiaan dalam beragama. Proyek Profil Pelajar Rahmatan lil Alamin yang terintegrasi dalam Profil Pelajar Pancasila bermaksud memastikan cara beragama lulusan madrasah bersifat moderat (tawassuṭ). (Panduan Pengembanan P5 PPRA Kemenag RI)
Dalam konteks penerapan P5 PPRA, program ini lahir sebagai satu kesatuan utuh berupa penguatan (kokurikuler) bersama-sama dengan komponen pembelajaran lain baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler untuk lebih memaksimalkan keberhasilan tujuan pendidikan nasional dengan menggunakan pola pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project based learning).
Melalui proyek penguatan tersebut diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk memberikan kontribusi dan dampak bagi lingkungan sekitarnya. Sehingga diharapkan peserta didik tidak hanya fasih dengan teori-teori keilmuan akan tetapi juga bisa berpartisipasi dan menerapkan pengetahuan lintas disiplin ilmunya.
P5 PPRA menjadi penting dilaksanakan dengan alokasi waktu khusus guna memberi kesempatan kepada peserta didik untuk “menemu kenali pengetahuan” yang dipelajarinya dengan mengaplikasikannya dengan praktik nyata sebagai proses penguatan karakter sekaligus kesempatan untuk belajar dari lingkungan sekitarnya.
Secara konseptual, P5 PPRA bertujuan untuk: a) memperkuat karakter dan dapat mengembangkan kompetensi sebagai warga dunia yang aktif; b) berpartisipasi merencanakan pembelajaran secara aktif dan berkelanjutan. c) mengembangkan keterampilan, sikap, dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengerjakan proyek; d) melatih kemampuan pemecahan masalah dengan beragam situasi belajar; e) memperlihatkan tanggung jawab dan kepedulian terhadap isu sekitar sebagai bentuk hasil belajar; dan f) menghargai proses belajar dan bangga dengan hasil capaian yang telah dilakukan secara optimal.
Melalui penguatan profil Pancasila peserta didik tidak hanya belajar ilmu pengetahuan, tetapi secara praksis nyata mampu mengembangkannya dalam kehidupan yang lebih nyata, melakukan penalaran secara kritis berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Peserta didik yang mampu Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak, menghayati eksistensi Tuhan dan selalu berupaya menjalani printah serta menjauhi larangan sesuai ajaran agama masing-masing, serta peserta didik yang memiliki jati diri atau kepribadian yang unggul, mampu mempresentasikan diri sebagai pelajar yang berbudaya luhur bangsa yang disertai memliki wawasan tentang eksistensi ragam budaya daerah, nasional, dan global. (Utami Maulida, Dirasah; Jurnal Pendidikan Dasar Islam, Vol. 6 No. 1 2023, h. 15)
Profil pelajar Pancasila dirancang untuk menjawab satu pertanyaan besar, yakni peserta didik dengan profil (kompetensi) seperti apa yang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan Indonesia. Profil pelajar Pancasila memiliki rumusan kompetensi yang melengkapi fokus di dalam pencapaian Standar Kompetensi Lulusan di setiap jenjang satuan pendidikan dalam hal penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Kompetensi profil pelajar Pancasila memperhatikan faktor internal yang berkaitan dengan jati diri, ideologi, dan cita-cita bangsa Indonesia, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan konteks kehidupan dan tantangan bangsa Indonesia di Abad ke-21 yang sedang menghadapi masa revolusi industri 4.0. (Pedoman Penguatan Profil Pancasila, hal. 1) Sementara dalam perpektif Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin pelajar juga dapat mengamalkan nilai-nilai beragama secara moderat, baik sebagai pelajar Indonesia maupun warga dunia. Pelajar yang mampu menunjukkan nilai keadaban (ta’addub), keteladanan (qudwah), kewarganegaraan dan kebangsaan (muwaṭanah), pengambil keputusan jalan tengah (tawassuṭ), berimbang (tawāzun), lurus dan tegas (I’tidāl), kesetaraan (musāwah), musyawarah (syūra), toleransi (tasāmuh), dinamis dan inovatif (taṭawwur wa ibtikār). (Panduang Pengembangan P5 PPRA Kemenag RI)
Oleh karenanya, P5 PPRA sebagai distingsi kebijakan kurikulum merdeka seharusnya dapat meningkatkan kemampuan para peserta, baik pada aspek pengetahuan, skill psikomotorik, hingga pada aspek penguatan nilai karakter sebagai warga negara yang demokratis serta menjadi manusia unggul dan produktif di Abad ke-21. Wujud profil pelajar yang bereriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, memiliki kemampuan bekerjasama (collaboration), berfikir tingkat tinggi (hight order thinking skill), serta menunjukkan tingkat kemampuan berkreasi dan inovasi dalam berbagai lini kehidupan.
Sebagai upaya mewujudkan P5 PPRA yang efektif, setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: Pertama, kegiatan tersebut harus dibangun atas kesadaran bersama antar semua guru dengan peserta didik. P5 PPRA bukan hanya milik guru kelas atau wali kelas, guru SBK, guru PKn tetapi program bersama yang harus dibangun atas kesadaran bersama menyiapkan dan menguatkan para pelajar dengan “nafas Pancasila”.
Kedua, untuk menggugah kreatifitas, dan kemandirian peserta didik, pengembangan konsep P5 PPRA seharusnya dilakukan atas usul gagasan dari peserta didik dengan mempertimbangkan aspek pembelajaran dan nilai budaya yang akan dikembangkan.
Ketiga, orientasi P5 PPRA harus diarahkan pada kegiatan yang dapat menggugah dan menguatkan habit positif peserta didik dalam kehidupan nyata, seperti bekerjasama, tanggung jawab, kedisiplinan, serta kemampuannya dalam menuangkan ide secara tepat melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan.
Keempat, sebagai kegiatan yang diharapkan dapat menopang nilai karakter peserta didik, kegiatan P5 PPRA tidak sekadar rutinitas program, tetapi kegiatan yang matang dari sisi perencanaan, pelaksanaan, asesmen, evaluasi, dan tindak lanjut program yang dilakukan.
Sebagai program yang menjadi bagian integrated dari sebuah kurikulum, tentu saja keberadaan P5 PPRA perlu terus dicari keberadaan formulanya secara lebih tepat, sehingga arah tujuan dari program ini benar-benar dapat dilihat nilai manfaatnya bagi penguatan kompetensi peserta didik.
Penulis adalah Direktur Pendidikan Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta, Guru Besar Bidang Kurikulum FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Info Haji 3 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Olahraga | 5 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu